sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BPJS Kesehatan setop kerja sama, layanan kesehatan terganggu

Semakin berkurangnya RS yang bekerja sama dengan BPJS, maka penumpukan pasien di RS akan membludak.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Sabtu, 05 Jan 2019 16:03 WIB
BPJS Kesehatan setop kerja sama, layanan kesehatan terganggu

Keputusan BPJS Kesehatan menghentikan kerjasama dengan 108 Rumah Sakit (RS) per Januari 2019 ini dikhawatirkan merugikan pasien yang berobat. Berkurangnya RS yang bermitra dengan BPJS dikhawatirkan membuat pasien terbengkalai. 

BPJS Kesehatan tidak lagi bermitra dengan RS yang belum memiliki sertifikat akreditasi. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Akreditasi yang menjadi syarat wajib untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, namun syarat tersebut bisa menjadi masalah besar bagi masyarakat luas. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar meminta BPJS Kesehatan harus bijak menerapkan akreditasi terhadap rumah sakit. 

"Sebab akan berpengaruh pada pelayanan kesehatan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," ujar Timboel kepada Alinea.id pada Sabtu (5/1).

Semakin berkurangnya RS yang bekerja sama dengan BPJS, maka penumpukan pasien di RS akan membludak. Selain itu, pasien JKN akan mengalami kesulitan mendapatkan kamar perawatan, terutama ruang khusus seperti: ICU, NICU, PICU, HCU dan lain sebagainya. 

Demikian juga tingkat waiting list pasien JKN untuk dioperasi akan semakin tinggi. Padahal jumlah peserta JKN terus meningkat, per 1 Januari 2019 peserta JKN telah mencapai angka 207,9 juta orang. 

Sampai akhir tahun, target universal health coverage (UHC) diharapkan menjadi 95% dari jumlah rakyat Indonesia atau sekitar 250 juta. Sayangnya, sisi suplai berkurang namun sisi demand terus bertambah. 

Persoalan ini, berdampak pada pelayanan kesehatan bagi peserta JKN menurun. Akibatnya rakyat Indonesia akan mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. 

Sponsored

Padahal, keberhasilan program JKN sangat ditentukan oleh infrastruktur seperti ketersediaan jumlah RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah bijaksana dalam mengimplementasikan sertifikat akreditasi sehingga RS yang belum memiliki sertifikat akreditasi tetap bisa bekerja sama. 

Mengakhiri polemik sertifikasi RS, Timboel merekomendasikan ada supervisi yang lebih intens antara Pemerintah (Kemenkes) dan BPJS Kesehatan kepada RS. Agar sertifikasi akreditasi RS segera diurus. 

Dapat insentif 

Di sisi lain, mengurangi disparitas biaya yang timbul dari peserta BPJS di RS Swasta, Timboel menyarankan agar pemerintah memberikan insentif. Hal ini guna menyehatkan keuangan RS yang merupakan mitra BPJS. 

Insentif berupa: pajak hinga bea impor. Toh, pemberian insentif ini juga diperbolehkan dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dengan semakin banyaknya RS yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sehingga pelayanan kesehatan kepada peserta JKN semakin baik, khususnya ketersediaan ruang perawatan. 

Sementara nasib RS pasca-putus kerjasama dengan BPJS diyakini tidak akan mempersulit RS untuk mendapatkan alat kesehatan murah dan bebas pajak. 

Berita Lainnya
×
tekid