sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Covid-19 picu naiknya angka gizi buruk

Target penurunan stunting hingga 14% sulit tercapai

Fathor Rasi
Fathor Rasi Jumat, 15 Mei 2020 19:43 WIB
Covid-19 picu naiknya angka gizi buruk

Covid-19 diprediksi memicu naiknya angka stunting dan gizi buruk di Indonesia berupa sulitnya pemenuhan gizi anak selama masa tumbuh kembang mereka.

"Terlebih, mengingat posyandu tidak lagi beroperasi dan tenaga kesehatan di puskesmas juga tidak luput dari dampak Covid-19,” kata mantan Asisten Deputi Ketahanan Gizi Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan Kemenko PMK, Media Octarina, MCN dalam keterangannya, Jumat (15/5).

Bahkan, sambung dia, target penurunan stunting hingga 14% di Indonesia kemungkinan sulit untuk tercapai.

Pandangan senada disampaikan Guru Besar FKUI Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) bahwa deteksi dini seperti pemantauan pertumbuhan rutin di fasilitas kesehatan, penting dalam mencegah terjadinya malnutrisi pada anak.

"Apabila tidak cepat dideteksi melalui pengukuran berat badan, panjang badan, hingga lingkar kepala, anak-anak bisa menderita malnutrisi kronis hingga menjadi stunting,” jelasnya.

Agar target penurunan angka stunting nasional tetap tercapai, dibutuhkan modifikasi strategi kebijakan yang dapat diimplementasikan di tingkat daerah. Sayangnya, belakangan pemerintah justru berencana mengurangi anggaran program penanganan stunting di daerah rawan pangan.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI Lulu Nurhamidah mengungkapkan kekecewaannya terhadap upaya penanganan persoalan stunting.

“Refocussing anggaran justru merealokasi sektor pangan. Padahal kita tidak ingin apabila prevelensi stunting kita yang sempat turun sedikit itu kemudian akan mengalami kondisi yang stuck, atau mungkin akan naik kembali karena ketahanan di bidang pangan tidak bisa diamankan,” ujar Lulu.

Sponsored

Menurutnya, stunting sebagai isu yang khusus yang harus ditangani lintas sektor, bukan hanya tanggung jawab Kementerian Kesehatan saja. Sebab, bila stunting tidak ditangani dengan serius akan berakibat pada kehilangan satu generasi yang sangat dibutuhkan untuk masa depan Indonesia.

Saat ini, bantuan sosial berupa paket-paket sembako dari komposisi paket sembako yang sebagian besar bukanlah bahan pangan dengan kandungan gizi yang tinggi. Sebut saja berupa krimer kental manis dan mie instan.

Keberatan terhadap masuknya krimer kental manis dalam bantuan sosial untuk masyarakat saat wabah bukan tanpa alasan. Sejak akhir 2018 BPOM telah menegaskan fungsi dan kegunaan susu kental manis hanya untuk topping dan bahan makanan melalui PerBOM Nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

Melalui kebijakan itu juga disebutkan bahwa produk turunan susu tersebut tidak boleh diberikan untuk anak-anak karena kandungan gulanya lebih tinggi dibanding protein.

"Diharapkan masyarakat penerima bantuan dapat memberikan asupan makanan yang lebih bergizi untuk anak dan mencegah terjadinya gizi buruk,” pungkasnya. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid