sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dalami kasus BLBI, KPK panggil mantan pejabat BPPN

Mantan pejabat BPPN Thomas Maria akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 03 Jul 2019 11:13 WIB
Dalami kasus BLBI, KPK panggil mantan pejabat BPPN

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat orang saksi kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Salah satu saksi yang telah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan hari ini adalah mantan pejabat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Thomas Maria. 

Thomas Maria merupakan Team Leader Loan Work Out I Asset Management Credit (LWO-I AMC) BPPN periode 2000-2002. Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, Thomas akan diperiksa sebagai saksi untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim. Sjamsul sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Selain Thomas, penyidik juga telah memanggil tiga orang lain untuk diperiksa sebagai saksi hari ini. Ketiganya adalah Dira Kurniawan Mochtar, Taufik Mappenre, dan Wandhy Wira Riyadi.

"Ketiganya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJN (Sjamsul Nursalim)," kata Febri dalam pesan singkat di Jakarta, Rabu (3/7).

Komisi antirasuah memang sedang gencar menangani perkara megakorupsi ini. Pekan lalu, KPK sudah memanggil Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim yang menjadi tersangka dalam perkara ini. Namun, keduanya mangkir dari panggilan tanpa ada alasan yang pasti.

Teranyar, KPK juga memanggil eks Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) Dorodjatun Kuntjoro-Djakti. Namun, dia tidak dapat menghadiri pemeriksaan tersebut lantaran tengah menjalani aktivitas yang tidak bisa ditinggalkan. KPK akan menjadwalkan ulang pemeriksaan kepada Dorojatun.

Dalam perkara ini, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim diduga telah melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Pasalnya, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.

Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid