Dalami suap benur, KPK akan periksa 6 saksi
Seluruh saksi tersebut akan diperiksa untuk tersangka Edhy Prabowo.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam orang terkait kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur. Dua di antaranya notaris pejabat pembuat akta tanah (PPAT), Dhody Ananta Rivandi Widjajaatmadja dan Selasih J. Rusma.
Sisanya, yakni Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sjarief Widjaja; mahasiswa, Yunus Yusniani; serta karyawan swasta, Dina Susiana dan Sahridi Yanopi.
"Semua akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo, bekas Menteri Kelautan dan Perikanan, red)," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Senin (22/2).
Pada kasusnya, Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPP), Suharjito (SJT), didakwa menyuap Edhy US$103.000 dan Rp706 juta. Suharjito diterka menyogok agar proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budi daya untuk perusahaannya dipercepat sebab menjadi salah satu syarat pemberian izin ekspor benur.
Dalam dakwaannya, Suharjito memberikan uang tersebut lewat Staf Khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; Sekretaris Pribadi Edhy, Amiril Mukminin; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) cum pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadhi Pranoto Loe.
Karena perbuatannya, Suharjito didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atau kedua, Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedang Edhy, Safri, Andreau, Amiril, Ainul, dan Siswadhi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Selain dari Suharjito, Edhy juga disangkakan menerima duit dari beberapa perusahaan eksportir benur, yang sebelumnya diduga ditampung PT ACK.
Atas perbuatannya, para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.