sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tim Pengkaji UU ITE pertimbangkan perberat ancaman pidana "pasal karet"

Wacana tersebut muncul usai menerima masukan dari para narasumber dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD).

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 17 Mar 2021 08:59 WIB
Tim Pengkaji UU ITE pertimbangkan perberat ancaman pidana

Tim Pengkaji Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mempertimbangkan usulan memperberat ancaman pidana pasal-pasal multitafsir usai menerima masukan dari para narasumber dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD).

Terdapat 8 narasumber yang dihadirkan, yaitu pakar hukum pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto; pakar hukum pidana Unkris, Indriyanto Seno Adji; Dekan Fakultas Hukum UI, Edmon Makarim; Rektor UNS, Jamal Wiwoho; Sosiolog UI, Imam Prasodjo; pakar hukum pidana UII, Mudzakir, pakar mayantara Unpad, Sigid Suseno; dan pakar hukum pidana UI, Teuku Nasrullah. Mereka diklaim banyak menyinggung urgensi dari pasal-pasal multitafsir UU IT, yang diatur dalam KUHP dan pasal pidana di luar KUHP, seperti Pasal 27 ayat (1) hingga (4), Pasal 28, dan Pasal 29.

"Banyak usulan para narasumber yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. Misal ada saran agar pasal-pasal yang diatur dalam KUHP cukup ditarik dan dimasukkan di dalam UU ITE, kemudian diperberat ancaman pidananya. Kemudian, ada juga usulan untuk memformulasi ulang pasal-pasal tersebut dengan menggunakan sarana IT," ujar Ketua Tim Pengkaji UU ITE, Sugeng Purnomo, dalam keterangan tertulis, Rabu (17/3).

Para narasumber disebut juga mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 36. Alasannya, UU ITE tidak menyebutkan kerugian yang ditimbulkan, tetapi pelaku terancam hingga 12 tahun jika merujuk isi pasal-pasal sebelumnya.

"Sedangkan di dalam domain hukum pidana, apabila kita bilang ada kerugian, maka kerugian itu sifatnya hanya materiel bukan imateriel. Nah, ini tidak ada batasan di dalam pasalnya maupun di bagian penjelasan," ucapnya.

Koalisi Masyarakat Sipil sebelumnya menyatakan, pasal multitafsir UU ITE berpotensi overkriminalisasi dan semestinya dihapus. Dicontohkannya dengan Pasal 27 ayat (1) ITE yang memuat unsur "melanggar kesusilaan" yang harus dikembalikan ke tujuan awalnya, Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP dan/atau UU Pornografi.

Koalisi mendorong demikian mengingat pasal tersebut biasanya menyebabkan diskriminasi berbasis gender dan kerap menyerang kelompok yang semestinya dilindungi. 

Selain itu, koalisi berpendapat, Pasal 27 ayat (3) kerap membungkam kebebasan berekspresi di ruang digital. Padahal, penjelasan yang merujuk Pasal 301 dan Pasal 311 kerap diabaikan karena unsur "penghinaan" dalam pasal tersebut.

Sponsored

Di sisi lain, Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran kebencian berbasis SARA juga acapkali menyimpang dari tujuan awal perumusannya. ICJR mencatat, kasus dengan Pasal 27, 28, dan 29 UU ITE menunjukkan penghukuman mencapai 96,8% (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggi sebesar 88% (676 perkara) sepanjang 2016-Februari 2020.

Berita Lainnya
×
tekid