sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ditolak buruh, Omnibus Law dukung praktik outsourcing

Selama ini buruh menolak adanya sistem ousourcing.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Minggu, 16 Feb 2020 18:01 WIB
Ditolak buruh, Omnibus Law dukung praktik outsourcing

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja karena memuat aturan tentang perlindungan terhadap praktik outsourcing (alih daya). Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan selama ini buruh menolak adanya sistem ousourcing.

"Di Omibus Law Cipta Kerja itu agen outsourcing diberi ruang resmi oleh konstitusi. Tidak ada otaknya itu pengusaha dan penguasa atau konseptor RUU tersebut," ujarnya di Jakarta, Minggu (16/2).

Iqbal menilai agen outsourcing adalah perusahan yang "menjual manusia" kepada perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja alih daya dengan masa waktu yang tidak terbatas. Dengan disahkannya regulasi ini, maka hak buruh untuk mendapatkan upah yang layak dan uang pesangon akan hilang.

"Agen outsourcing itu boleh dibilang perdagangan manusia tapi negara malah beri ruang resmi dalam konstitusi, enggak ada otaknya pemerintah," ujarnya. 

Lebih lanjut, Said mengaku para buruh tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja tersebut. Sehingga, kepentingan buruh tidak diperhitungkan dalam regulasi tersebut.

"KSPI tidak pernah diundang dan dilibatkan Kemenko Perekonomian masuk tim yang dibentuk.  Kami tidak setuju dari pasal itu adalah bahwa rakyat mempunyai hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak yang di UU tersebut tidak tercermin," katanya.

Untuk diketahui, jasa tenaga kerja outsourcing (alih daya) di Indonesia diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 64, 65 dan 66. 

Dalam Pasal 64 disebutkan perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Sponsored

Dalam Pasal 65 ayat (1), disebutkan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

Ayat (2), pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan (seperti cleaning service, security, sopir pribadi, dan jasa catering perusahaan); dan tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Lalu di ayat (4), disebutkan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di ayat (6), hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakan.

Sementara di Pasal 66 disebutkan pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja melaksanakan kegiatan pokok, atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atas kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Namun demikian, dalam Omnibus Law Cipta Kerja, pasal 64 dan 65 dihapus seluruhnya. Sementara untuk pasal 66 diubah dengan ketentuan sebagai berikut. 

Dalam ayat (1) disebutkan Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Ayat (2), pelindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya. Ayat (3), perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha.

Dan ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 

Berita Lainnya
×
tekid