sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Djoko Tjandra buron, Jokowi didesak evaluasi Budi Gunawan

Djoko mengajukan PK hingga membuat paspor dan KTP-el saat berstatus buron.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 29 Jul 2020 09:44 WIB
Djoko Tjandra buron, Jokowi didesak evaluasi Budi Gunawan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mengevaluasi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, lantaran dianggap gagal menangkap buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra.

"Presiden Joko Widodo harus segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Budi Gunawan, karena terbukti gagal dalam mendeteksi buronan kasus korupsi Djoko Tjandra," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wanna Alamsyah, dalam keterangan resminya, Rabu (29/7).

Jika seandainya BIN menerima informasi terkait Djoko masuk Indonesia tetapi tak disampaikan kepada presiden dan penegak hukum, ICW meminta Jokowi segera mencopot BG, sapaan Budi Gunawan.

"Presiden Joko Widodo segera memberhentikan Kepala BIN, Budi Gunawan, jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia namun tidak disampaikan kepada presiden dan penegak hukum," paparnya.

ICW mendesak demikian lantaran salah satu tugas dan tanggung jawab BIN adalah medeteksi keberadaan koruptor. Ini didasari atas penjelasan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Dalam regulasi tersebut, BIN bertugas mendeteksi bentuk ancaman, seperti ekonomi nasional. "Sehingga mendeteksi keberadaan buronan kasus korupsi dan menginformasikan kepada penegak hukum merupakan satu dari rangkaian tugas lembaga intelejen tersebut," jelasnya.

Menurut Wanna, kinerja BIN dapat maksimal karena anggarannya besar. Merujuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2020, "lembaga telik sandi" mendapat Rp7,4 triliun.

Sebesar Rp2 triliun di antaranya untuk operasi intelijen luar negeri. Kemudian, sebanyak Rp1,9 triliun guna modernisasi teknologi.

Sponsored

"Besarnya anggaran yang diterima dengan masih banyaknya jumlah buronan yang berkeliaran tidak linear dengan kinerja BIN," tegasnya.

Djoko berstatus terpidana kasus cessie Bank Bali senilai Rp904 miliar. Dirinya sempat ditahan kejaksaan, 29 September 1999-Agustus 2000.

Sementara itu, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutuskan Djoko bebas dari tuntutan karena perbuatannya tak tergolong pidana, melainkan perdata. Kejaksaan lantas melakukan upaya hukum hingga mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), Oktober 2008. 

Pada 11 Juni 2009, permohonan tersebut tersebut diterima. Djoko pun divonis dua tahun penjara dan denda Rp15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara.

Sebelum diekskusi, Djoko sempat kabur ke Papua Nugini. Disinyalir lantaran bocornya putusan PK. Kemudian menjadi buron dan dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).

Red notice-nya juga sempat dihapus dari pangkalan data (database) Interpol, beberapa waktu lalu. Djoko pun sempat ke Indonesia serta membuat kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dan paspor, mengajukan PK ke PN Jaksel, dan berpelesiran ke Kota Pontianak.

Djoko sekarang dikabarkan berada di Malaysia. Kepergiannya itu dilaporkan mendapat bantuan oknum Polri yang kini tengah dalam proses hukum.

Berita Lainnya
×
tekid