sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemerintah dan DPR didesak terbuka soal draf perpres pelibatan TNI atasi terorisme

Koalisi tekankan 6 prinsip soal perpres pelibatan TNI atasi terorisme.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 03 Agst 2020 13:58 WIB
Pemerintah dan DPR didesak terbuka soal draf perpres pelibatan TNI atasi terorisme

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah dan DPR melakukan pembahasan rancangan peraturan presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI atasi terorisme secara terbuka.

Koalisi juga menuntut agar pembahasan mengakomodir aspirasi masyarakat. “Adalah menjadi keharusan bagi pemerintah dan DPR untuk menyampaikan draft rancangan Perpres yang sudah jadi tersebut kepada publik. Pemerintah dan DPR tidak boleh menutup-nutupi rancangan perpres yang telah selesai tersebut dari masyarakat,” ujar perwakilan koalisi sekaligus Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PHBI) Julius Ibrani dalam keterangan tertulis, Senin (3/8).

Koalisi kemudian menyebut beberapa prinsip dan substansi pasal-pasal perlu ada dalam Perpres pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme. Pertama, tugas TNI dalam menjalankan tugas operasi militer selain perang untuk mengatasi aksi terorisme fungsinya hanya penindakan.

Fungsi penindakan bersifat hanya terbatas pada penanganan pembajakan pesawat, kapal, atau terorisme di dalam kantor perwakilan negara sahabat.

Kedua, penggunaan dan pengerahan TNI harus atas dasar keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR dengan kejelasan maksud, tujuan, waktu, anggaran, dan jumlah pasukan yang dilibatkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 5 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Ketiga, pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan pilihan yang terakhir (last resort) jika penegak hukum tidak mampu.

Keempat, pelibatan TNI bersifat sementara dan dalam jangka waktu tertentu. Pelibatan tidak boleh bersifat permanen karena tugas TNI sejatinya untuk menghadapi perang. Kelima, Pelibatan TNI itu harus tunduk pada pada KUHAP, KUHP dan UU HAM.

Keenam, alokasi anggaran untuk TNI dalam mengatasi aksi terorisme hanya melalui APBN sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU TNI.  Pendanaan diluar APBN untuk TNI memiliki problem akuntabilitas dan menimbulkan beban anggaran baru.

Sponsored

Koalisi menilai, jika pemerintah dan DPR benar-benar serius dan hati-hati dalam membahas rancangan perpres, maka masukan-masukan di atas sudah sepatutnya diakomodasi. Jika hal itu tidak dilakukan, maka rancangan perpres tersebut akan membahayakan kehidupan negara hukum, HAM dan demokrasi di Indonesia.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari KontraS, Imparsial, Elsam, PBHI, Setara Institute, HRWG, YLBHI, Public Virtue Institute , ICW, LBH Pers, LBH Jakarta, ICJR, Perludem, dan Pilnet Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan akan melanjutkan pembahasan rencangan perpres tentang pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme. Menurut Mahfud, rancangan perpres tersebut sudah diserahkan ke DPR.

Berita Lainnya
×
tekid