sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DPR: Kebijakan new normal jangan abaikan kelompok disabilitas

Kelompok disabilitas memiliki hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Minggu, 31 Mei 2020 09:22 WIB
DPR: Kebijakan new normal jangan abaikan kelompok disabilitas

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengimbau pemerintah agar memperhatikan kelompok disabilitas dalam mempersiapkan tatanan hidup kenormalan baru (new normal). Pasalnya, hingga sekarang belum ada pembahasan yang menyinggung masalah tersebut.

Nihayatul mengingatkan jangan sampai kelompok disabilitas ditinggalkan atau diabaikan dalam setiap skema new normal yang tengah disiapkan pemerintah. Ketua DPP PKB ini menegaskan, kelompok disabilitas memiliki hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya.

"Kita lihat selama ini belum banyak disinggung aspek-aspek yang diperuntukkan bagi disabilitas seperti misalnya work from home, school from home," kata Nihayatul lewat pernyataan tertulisnya, Minggu (31/5).

Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait penanganan pandemik Covid-19, kelompok disabilitas dinilai cenderung dinomorduakan. Menurut Nihayatul, sejak penyampaian informasi Covid-19, teknis work from home, dan school from home dimulai, pemerintah harus diingatkan terlebih dahulu sebelum akhirnya dapat memenuhi kebutuhan kelompok disabilitas.

Pada konteks informasi, misalnya. Awalnya belum ada informasi mengenai Covid-19 yang menggunakan bahasa isyarat. Namun, setelah banyak pihak komplain, barulah hal tersebut dilakukan.

"Maka semua harus sudah dipersiapkan nantinya dalam menghadapi kenormalan baru," tegas dia.

Hal-hal yang perlu menjadi perhatian, kata Nihayatul, salah satunya adalah soal aturan physical distancing. Bagi sebagian kelompok disabilitas, sejatinya mereka tidak bisa menerapkan gaya hidup baru tersebut.

Sebut saja kelompok tuna daksa. Setiap mengerjakan aktivitas, kata Nihayatul, sudah tentu mereka membutuhkan bantuan orang lain.

Sponsored

"Mungkin kalau tempatnya sudah familiar, mereka bisa saja dibantu dengan tongkat. Tetapi kalau tempat baru yang belum mereka hafal biasanya mereka membutuhkan yang take care, yabg bisa menuntun atau membantu mereka," terang dia.

Bukan hanya bagi kelompok disabilitas saja, penerapan physical distancing juga sulit diterapkan dalam beberapa pekerjaan. Contohnya tukang pijat dan salon.

"Juga terkait dengan sekolah inklusi. Kan ini juga belum ada semacam pakemnya. Contoh begini, mengajar teman-teman disabilitas butuh kemampuan tersendiri, dan kemampuan itu apakah benar-benar bisa dikuasai oleh orang-orang sekitar rumah, baik orang tua atau saudarannya," ungkap Nihayatul. "Bisa jadi alat-alat yang dibutuhkan masing-masing kelompok disabilitas berbeda. Mereka butuh alat khusus yang kemungkinan hanya tersedia di sekolah inklusi."

Berita Lainnya
×
tekid