sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DPR minta KPK soal kewenangan SP3 jangan dijadikan ATM baru

Soal jangka waktu SP3 yang dikeluarkan KPK hanya dua tahun disebut terlalu singkat.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 27 Nov 2019 17:10 WIB
DPR minta KPK soal kewenangan SP3 jangan dijadikan ATM baru

Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa, meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) agar tidak dijadikan ATM baru untuk meraup keuntungan. 

Hal tersebut disampaikan politikus Partai Gerindra mengingat ada banyak kasus korupsi yang masih menumpuk dan mandek di lembaga antirasuah itu. Desmond mengaku khawatir kasus-kasus lama yang mangkrak itu justru disalahgunakan oleh KPK.

"Jangan sampai kesannya jadi ATM baru ini SP3," kata Desmond saat rapat dengar pendapat dengan KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/11). Terminologi "ATM" itu mengacu sebagai alat untuk memeras atau meraup keuntungan.

Sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK, lembaga antirasuah memiliki kewenangan mengeluarkan SP3 dalam jangka waktu dua tahun. Agar tidak menjadi mesin ATM, Desmond meminta KPK membuat mekanisme yang tepat ketika akan mengeluarkan SP3.

"Dari sekian kasus yang menumpuk, dari sekian tahun sampai sekarang, ada enggak catatan-catatan yang layak dikasih SP3? Kan riil ini. Kriterianya kan perlu ada. Dalam KUHAP ini paham," ujarnya.

Menjawab pertanyaan Desmond, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwarta, berjanji akan mempelajari UU KPK yang baru. Namun, ia menyebut jangka waktu dua tahun untuk mengeluarkan SP3 terlalu cepat saat KPK masih melakukan penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, mengatakan hampir tak ada kasus yang masuk dalam daftar SP3 saat ini. Pasalnya, KPK sangat hati-hati ketika menetapkan seseorang menjadi tersangka. 

“Jadi kalau misalnya ditanyakan Pak Desmond, akan berapa kasus yang di-SP3 oleh pimpinan KPK yang akan datang, hampir-hampir tidak ada," ujar Laode.

Sponsored

Begitu pula terkait kasus suap pengadaan Quay Container Crane (QCC) yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pelindo, Richard Joost Lino (RJ Lino). Laode mengklaim kasus tersebut masih berlanjut. Kasus RJ Lino diketahui sudah berusia hampir 5 tahun. Selama itu pula perkara tersebut belum masuk ke persidangan.

"Sebenarnya bukan tidak cukup bukti, tetapi perhitungan kerugian negara yang masih kami tunggu dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Dan Insyaallah, BPK sudah komit akan menyampaikan kepada penyidik KPK," kata Laode.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid