sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Drama putus kontrak BPJS Kesehatan dan nasib pasien rumah sakit

Masalah pemutusan kontrak kerja sama BPJS Kesehatan dengan rumah sakit sempat heboh pada akhir 2018 lalu.

Armidis
Armidis Rabu, 08 Mei 2019 18:11 WIB
Drama putus kontrak BPJS Kesehatan dan nasib pasien rumah sakit

Masih bisa melayani pasien

Menanggapi keluhan pasien yang sudah telanjur diputus fasilitas layanan BPJS-nya, Kementerian Kesehatan bersama BPJS Kesehatan, Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), dan Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) membuat kesepakatan agar pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak telantar.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo mengatakan, rumah sakit yang sedang melakukan akreditasi ulang, boleh memberikan pelayanan kesehatan terhadap peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

"Terhadap rumah sakit yang sudah disurvei akreditasi ulang dan menunggu pengumuman hasil survei, dapat memberi pelayanan dalam ruang lingkup JKN-KIS," kata Bambang di kantor Kementerian Kesehatan, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (7/5).

Ada dua kategori yang diprioritaskan Kementerian Kesehatan untuk diberi pelayanan dari pihak JKN-KIS. Pertama, bagi pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan segera. Kedua, bagi pasien yang membutuhkan pelayanan yang terjadwal rutin dan tak bisa ditunda. Semisal hemodialisa bisa dilakukan di rumah sakit tersebut.

“Begitu juga dengan kemoterapi," ujar Bambang.

Meski begitu, bagi rumah sakit yang lalai melakukan akreditasi ulang, pemerintah terpaksa mengakhiri kerja sama BPJS Kesehatan. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku bagi daerah yang hanya punya satu rumah sakit, lantaran terbatasnya akses.

"Kalau ini disarankan agar tetap melayani peserta JKN-KIS," tuturnya.

Sponsored

Kewajiban akreditasi tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit. Akreditasi, kata Bambang, bertujuan melindungi pasien dan masyarakat. Sayangnya, belum semua rumah sakit mampu menjalankan kewajiban itu.

Surat pemberitahuan penghentian layanan BPJS Kesehatan di sebuah rumah sakit. /Antara Foto.

"Kemenkes berharap, rumah sakit melaksanakan kewajiban akreditasi untuk mencapai mutu dan pelayanan rumah sakit," kata Bambang.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan, BPJS Kesehatan, Maya Amiarny Rusady mengimbau agar rumah sakit segera menyelesaikan akreditasinya. Ia melihat, banyak peluang masalah saat rumah sakit tidak menunaikan kewajibannya. Salah satunya, pemutusan kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

"Kami mengimbau segera pendaftaran mengurus akreditasi dan reakreditasi, sehingga tidak terjadi masalah ke depan," ucap Maya.

Sementara itu, untuk menyiasati agar peserta BPJS tetap mendapatkan pelayanan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti dinas kesehatan setempat. Koordinasi ini dilakukan untuk memastikan pelayanan bagi peserta JKN-KIS sudah mendapat pedoman ke mana rujukan rumah sakit akan diarahkan, usai pemutusan kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Sekretaris Akreditasi KARS Djoti Atmodjo mengaku sudah memberikan kemudahan bagi setiap rumah sakit yang hendak melakukan akreditasi. Ia mengimbau agar proses reakreditasi diajukan lebih awal supaya tidak terjadi pemutusan kerja sama dengan BPJS.

Lebih lanjut, Djoti mengatakan, masalah yang terjadi karena pihak rumah sakit meminta jadwal akreditasi pada bulan Juni. Padahal, akreditasinya telah habis pada Maret.

"Masalah yang sangat heboh terjadi belakangan itu sebenarnya tidak ada. Karena habisnya bulan Maret, tapi mengajukan akreditasi bulan Juni. Setelah diputus mereka minta dimajukan pada bulan Mei, itu juga kami layani," ucapnya.

Djoti memandang, inisiatif rumah sakit untuk melakukan akreditasi masih rendah. Sebab, soal akreditasi, seharusnya pihak rumah sakit yang lebih aktif.

“KARS sebagai surveyor sifatnya pasif kecuali diminta pihak rumah sakit,” kata Djoti.

Berita Lainnya
×
tekid