sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPAI ungkap efek domino pernikahan dini

Parenting skill secara menyeluruh di daerah-daerah jadi kunci, dalam upaya pencegahan perkawinan usia anak.

Ayu mumpuni
Ayu mumpuni Senin, 28 Mei 2018 16:13 WIB
KPAI ungkap efek domino pernikahan dini

Pernikahan dini di masyarakat dianggap menjadi persoalan pelik. Belakangan, pemberitaan mengenai hamilnya siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) akibat perbuatan anak laki-laki usia 13 tahun, menuai perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

“Dampak dari perkawinan usia anak sangat luar biasa, putusnya pendidikan, kemiskinan yang berulang, hingga aspek kesehatan yang tidak hanya berdampak bagi anak tersebut, namun juga bagi sumber daya manusia bangsa Indonesia,” ujar Komisioner KPAI bidang trafficking dan eksploitasi anak Ai Maryati Sholihah, Jakarta, Senin (28/5).

Berdasarkan data UNICEF, pada 2015 prevalensi perkawinan anak sebesar 23%. Bahkan kala itu, satu dari lima anak perempuan usia 20-24 tahun telah melakukan perkawinan pertamanya pada usia 18 tahun.

Menurut KPAI, beberapa kasus pernikahan dini dianggap sebagai solusi atas permasalahan hidup yang menimpa anak dan keluarganya. Padahal, imbuhnya, orang tua seharusnya menjadi pelindung dan pendidik utama yang dapat mencegah terjadinya hal tersebut.

Lebih lanjut, maraknya pernikahan dini disebabkan oleh kesadaran publik yang relatif minim soal ancaman yang berkelindan di baliknya.

“Sebagian masyarakat kita masih menganggap ini bukan masalah serius dibanding kasus kekerasan seksual. Kedua, dianggap sebagai solusi oleh sebagian masyarakat. Ketiga, dipandang pernikahan dini untuk menghindarkan potensi negatif,” kata ketua KPAI Susanto saat ditemui di kantor KPAI.

Aduan yang masuk ke KPAI terkait pernikahan dini pun sangat minim. Padahal di berbagai daerah, pernikahan dini masih banyak terjadi. Meski KUA di daerah sudah banyak melakukan penolakan terhadap pendaftaran perkawinan usia anak, namun hal itu belum cukup meminimalisir angka pernikahan dini.

Banyaknya anak usia di bawah 21 tahun yang sudah bekerja, juga menjadi salah satu faktor pendorong pernikahan usia muda. Kondisi anak yang harus bekerja tentunya dilatarbelakangi faktor ekonomi.

Sponsored

Menurut Susanto, hal itu bisa dicegah dengan bantuan pendidikan gratis secara menyeluruh dari pemerintah setempat. “Harus dipastikan terkait dengan pekerjaan, tidak ada pekerjaan buruh bagi anak. Jika terpaksa bekerja, maka yang dilakukan pekerjaan-pekerjaan ringan dengan jumlah waktu yang terbatas,” tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid