sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Empat pilar untuk memuluskan "food estate"

Food estate sendiri mengambil lokasi di dua provinsi, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Selasa, 19 Jul 2022 13:09 WIB
Empat pilar untuk memuluskan

Ada empat pilar yang dinilai mampu membuat program korporasi pangan terpadu (food estate), yang salah satunya digawangi oleh Kementerian Pertanian, bisa terealisasi dengan baik. Hal itu disampaikan Guru Besar Institut IPB University Dwi Andreas Santosa ketika dihubungi Senin (18/7).

"Kalau satu saja dari empat pilar tidak dipenuhi, maka (food estate) bisa gagal," kata Dwi Andreas.

Ada pun keempat pilar yang dimaksud Dwi Andreas, pertama, kesesuaian serta kelayakan tanah dan agroklimat. "Kalau lahan masam perlu dikapur, misalnya, butuh tambahan bahan organik," kata Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu.

Sekadar informasi, ada tiga jenis lahan marjinal di Indonesia yang bisa dikembangkan menjadi lahan pertanian bukaan baru, yaitu lahan rawa dan gambut, tanah sulfat masam, serta tanah masam. 

Dalam sebuah diskusi bertema "Kemandirian Pangan dan Tantangan Penyediaan Lahan", Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) IPB Ernan Rustiadi sebelumnya menyampaikan program food estate sendiri mengambil lokasi di dua provinsi, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah. Program ini melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Ada pun pilar kedua, kata Dwi Andreas, adalah kesesuaian infrastruktur untuk menunjang kebutuhan usaha tani.  "Bukan hanya irigasi, tapi juga untuk usaha tani. Untuk transportasi hasil dan input," kata Dwi Andreas. 

Lalu pilar ketiga, yaitu kelayakan budidaya dan teknologi. "Teknologi pendampingnya, seperti pemupukan dan pengendalian hama. Hama itu luar biasa banyak untuk lahan yang baru dibuka," katanya. 

Kemudian pilar keempat adalah kelayakan sosial-ekonomi. Menurutnya, tingkat minat sumber daya manusia untuk mengelola lahan baru juga harus dipertimbangkan. "Petani ada yang mau atau enggak untuk kelola (lahan baru)," katanya. 

Sponsored

Sementara dari sisi ekonomi, ia mencontohkan, lahan dinilai produktif bila mampu memenuhi produksi gabah minimal 4 ton per hektare untuk jenis tanaman padi. 

"Perluasan lahan penting, tapi perlu biaya sangat besar supaya yang empat pilar tadi dipenuhi," ujar Dwi Andreas.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid