sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Aroma trik komersialisasi Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara dinilai tak efektif dan efisien redam pandemi Covid-19.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 19 Feb 2021 13:53 WIB
Aroma trik komersialisasi Vaksin Nusantara

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan sedang mengembangkan Vaksin Nusantara dengan menggandeng tim peneliti dari Laboratorium Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kariadi Semarang, Universitas Diponegoro, dan Aivita Biomedical Corporation, Amerika Serikat.

Vaksin Nusantara diklaim dapat lebih lama memberi kekebalan pada tubuh, dibandingkan varian merek lainnya, karena menggunakan basis sel dendritik (metode vaksinasi dengan mengeluarkan sel darah tubuh penerima vaksin, kemudian dimasukkan kembali ke tubuh).

Menanggapi hal itu, ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menilai, prosedur Vaksin Nusantara rumit, kompleks, dan beban biayanya mahal.

“Mengapa bikin vaksinasi yang tidak jelas (dengan vaksin Nusantara). (Vaksin Nusantara) itu satu orang, satu vaksin. Tiap orang yang mau vaksin diambil dulu darahnya. Itu kan hanya untuk terapi. Untuk pengobatan. Jadi, namanya vaksin terapi,” ucapnya kepada Alinea.id, Jumat (19/2).

“Jadi, ada trik komersialisasi di sana (Vaksin Nusantara satu orang untuk satu vaksin,” tutur Juru Wabah UI itu.

Ia curiga Vaksin Nusantara masih berkaitan dengan terapi plasma konvalesen. Sebab, berurusan dengan pengadaan sebuah mesin pemisah komponen darah telah diambil plasmanya.

Vaksin Nusantara muncul di akhir masa jabatan Terawan Agus Putranto sebagai Menteri Kesehatan. Pandu kemudian mengkritik mantan kepemimpinan mantan Menkes itu dan menekankan Vaksin Nusantara harus ada risetnya.

"Kalau ada dana keuangan dari Kemenkes itu berbahaya juga. Bagaimana penganggarannya?. Iya sudah pasti lah (dugaan ada penyalahgunaan wewenang di akhir masa jabatan). (Terawan) dia kan kayak gitu (orangnya). Selama dia (menjabat Menteri Kesehatan) banyak bikin masalah, (seperti) masalah penerbitan terkait radiologi (Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik dan macem-macem lah," ujar Pandu.

Sponsored

Ia pun mempertanyakan apakah Vaksin Nusantara sudah mendapatkan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab, uji klinis I dan II harus mendapatkan persetujuan BPOM, yang akan mengklarifikasinya sumber dananya dan ihwal urusannya dengan Komite Etik.

“(Terawan klaim Vaksin Nusantara dapat membuat pasien kebal Covid-19) ya enggak mungkin lah. Baru beberapa orang yang diperiksa, kemudian bisa memberikan perlindungan seumur hidup. Ini kan jualan. Selama beliau berkuasa kan konsep vaksin berbayar agar mungkin jangka panjang supaya membeli vaksin dia,” ucapnya.

Selain mencium aroma komersialisasi, Vaksin Nusantara berbasis sel dendritik juga tidak efektif dan efisien untuk penanganan pandemi Covid-19.

“Secara logika sederhana. Anak kecil juga tahu. Ini pasti ada akal-akalannya. Ini karena dia berkuasa saja seakan-akan benar. Seakan-akan bisa membohongi rakyat Indonesia. orang kita enggak percaya lagi sama dia kok,” tutur Pandu.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid