sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Euforia berlebihan dan 'misteri' vaksin Sinovac

Kedatangan vaksin Sinovac disambut gegap gempita. Padahal, informasi efektivitas dan keamanan vaksin belum ada.

Achmad Al Fiqri Manda Firmansyah
Achmad Al Fiqri | Manda Firmansyah Selasa, 08 Des 2020 06:58 WIB
Euforia berlebihan dan 'misteri' vaksin Sinovac

Euforia dan gegap gempira mengiringi kedatangan vaksin Sinovac asal China. Beredar meme anak melompat kegirangan dengan tulisan ‘vaksin telah tiba, hatiku gembira’. Seperti parade, para pengusaha merespons positif kedatangan vaksin. Harga saham perusahaan-perusahaan farmasi melesat.

Tidak hanya itu. Bak pahlawan pulang dari medan perang, Pemerintah bahkan meminta semua stasiun televisi menyiarkan secara langsung kedatangan 1,2 juta dosis vaksin buatan perusahaan farmasi China itu saat tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Minggu (6/12) malam. Presiden Joko Widodo menyiapkan pidato khusus secara online untuk "merayakan" kehadiran vaksin.

Presiden menjelaskan, vaksin sebanyak 1,2 juta dosis itu sudah siap suntik jika lolos rekomendasi. Jumlah tersebut akan terus bertambah seiring kebutuhan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Gelombang kedua, kata Presiden, akan tiba di awal Januari 2021 sebanyak 1,8 juta dosis vaksin.

Selain vaksin jadi, kata Jokowi, Indonesia juga mendatangkan vaksin dalam bentuk bahan baku curah yang akan diproses oleh PT Bio Farma.

"Dalam bulan ini juga akan tiba 15 juta dosis vaksin dan di bulan Januari sebanyak 30 juta dosis vaksin dalam bentuk bahan baku curah," ujar Presiden.

Saat euforia membuncah, sebagian orang justru didera keresahan. Tak terkecuali anggota dewan yang terhormat. Salah satunya Kurniasih Mufidayati. Anggota Komisi IX DPR RI itu mengaku resah atas rencana vaksinasi pemerintah menggunakan vaksin Sinovac yang baru didatangkan dari China.

Pasalnya, vaksin belum selesai menjalani uji klinis tahap ketiga. "Kami di Komisi IX DPR resah karena belum tahu pasti hasil uji klinis, izin edar BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) dan sertifikasi halalnya bagaimana?" ungkap Mufidayati dalam keterangan yang diterima Alinea.id, Selasa (8/12).

Menurut Mufida, Pemerintah perlu memgumumkan hasil uji klinis tahap ketiga vaksin Sinovac sebelum digunakan vaksinasi. Dia menyayangkan cara komunikasi pemerintah yang tidak utuh dan tidak komprehensif terkait penanganan Covid-19, sejak awal pandemi hingga saat ini.

Sponsored

"Kedatangan vaksin Sinovac ini perlu ditambahkan informasi bagaimana hasil uji klinis tahap ketiga dan sudah sampai dimana izin edar dari BPOM dan sertifikasi halal. Saya lihat belum ada narasi itu dalam informasi kedatangan vaksin saat ini," tegas politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

'Misteri' vaksin Sinovac

Kegundahan juga menimpa ahli epidemiologi dan biostatistik dari Universitas Indonesia, Pandu Riono. Menurut sang "juru wabah", kehadiran vaksin Sinovac masih berselimut 'misteri'. "Walau vaksin tersebut belum jelas daya proteksinya, tetapi sudah datang 1,2 juta dari 3 juta dosis pesanan."

Lewat akun twitternya, @drpriono1, Pandu mengaku tidak kaget vaksin Sinovac tiba di Tanah Air. Sejak PT Bio Farma menerima produk perusahaan farmasi itu untuk diujicobakan di Indonesia dengan bekerja sama Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, sudah dipastikan vaksin akan dibeli.

Tim riset Fakultas Kedokteran Unpad pada 10 Agustus lalu mulai melakukan uji klinis fase dua vaksin Covid-19 dengan melibatkan 1.020 relawan. Sayangnya, kata Pandu, belum ada publikasi tingkat kemanjuran vaksin Sinovac. Sebagai pembanding, vaksin Pfizer-BioNTech, AstraZeneca-Oxford University, dan Moderna diklaim tingkat efikasi (kemanjuran) memberi daya perlindungan di atas 90%.

Ilustrasi. Foto Pexels.

"Sia-sia kalau enggak ampuh. Sudah dikasih vaksin, tetapi masih terinfeksi (Covid-19). Kalau WHO (World Health Organization) mengisyaratkan (efikasi minimal) 50% khawatir enggak ada vaksin yang bagus, ternyata sekarang banyak di atas 90%,” ujar Pandu kepada Alinea.id, Senin (12/7).

Ia mengaku masih buta hasil perkembangan uji klinis vaksin Covid-19 oleh FK Unpad-PT Bio Farma yang telah memasuki uji klinis tahap ketiga itu. “Saya khawatir hasil studi di Unpad tidak menghasilkan yang diharapkan. Sampai sekarang prosesnya transparan hanya di antara mereka,” tutur Pandu.

Uji klinis tahap 3 selesai Januari 2021

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 dari Unpad, Kusnandi Rusmil, mengatakan uji klinis fase ketiga masih berjalan. Uji melibatkan 1.620 relawan. Dari aspek keamanan, kata dia, sejauh ini vaksin tersebut aman karena memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan vaksin lain.

Dari relawan yang disuntik, sejauh ini keluhan yang muncul hanya panas ringan dan sedikit bengkak atau disebut efek lokal.

"Dibanding uji klinis vaksin lain, sekarang ini lebih aman. Tetanus misalnya, yang dulu saya uji klinis itu panas sampai tinggi sekali. Kalau vaksin Covid-19 ini panas tinggi tidak ada. Bengkak juga lebih sedikit dibanding tetanus, ” kata Kusnandi kepada media, Rabu (11/11) lalu.

Kusnandi mengaku sampai sekarang pihaknya belum mengeluarkan laporan resmi mengenai keamanan vaksin. Data keamanan telah diserahkan ke BPOM, 10 November 2020. Sedangkan data imunogenisitas dan efikasi baru dilaporkan setelah hasil uji klinis ketiga selesai dilakukan sekitar awal 2021 mendatang.

Kusnandi menggaransi, izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM untuk vaksin Sinovac tetap menunggu hasil uji klinis fase tiga selesai. Selain keamanan, perlu data efikasi dan imunogenisitas. Data-data ini baru bisa diketahui setelah uji klinis tahap ketiga tuntas.

Data imunogenisitas berfungsi untuk melihat kadar dalam darah. Sedangkan data efikasi berfungsi untuk membandingkan antara kelompok relawan yang dapat plasebo dan kelompok yang mendapatkan vaksin. Begitu uji klinis selesai, data-data itu akan diserahkan kepada BPOM. BPOM ini kemudian mengevaluasi hasil uji tersebut apakah sudah sesuai dengan standar dan ketentuan.

Jika sesuai, kata Kusnandi, BPOM mengeluarkan izin penggunaan. Sedangkan untuk vaksin Sinovac yang dilakukan uji klinis fase ketiga di sejumlah negara, seperti Tiongkok, Brasil, India, dan Turki, BPOM bisa mendapatkan data-datanya lebih cepat. Karena uji klinis fase tiga telah selesai. Khusus untuk Brasil, ujicoba telah dihentikan karena vaksin terbukti tak efektif menumbuhkan imunitas di tubuh relawan.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid