sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Firli nego soal insentif untuk pemda ke Sri Mulyani

Pemda yang berhasil cegah korupsi akan memperoleh insentif dari Kemenkeu.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Selasa, 20 Okt 2020 13:34 WIB
Firli nego soal insentif untuk pemda ke Sri Mulyani

Keleluasaan dalam hal perencanaan anggaran, pengorganisasian, eksekusi, penyusunan hingga distribusi anggaran membuka peluang kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi.

Untuk itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan pentingnya seorang kepala daerah memiliki integritas dan kejujuran.

“Karena kekuasaan besar inilah, tidak jarang terjadi korupsi sebagaimana teori yang disebutkan. Saya setiap ada acara waktu itu di Mabes Polri selalu mendengar apa yang diberikan Kapolri Pak Tito (Karnavian). Dia bilang dulu kenapa sih orang korupsi? Karena power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely,” ujar Firli dalam diskusi virtual, Selasa (20/10).

Firli meminta para kepala daerah yang nanti terpilih, untuk melakukan perbaikan sistem pencegahan korupsi. Mayoritas kepala daerah yang terlibat tindak pidana korupsi disebabkan sistem pencegahan buruk.

“Silakan nanti, para calon kepala daerah dilihat-lihat kira-kira sistem di pemerintahan mana yang lemah. Boleh sekarang dilakukan koreksi, sehingga jika nanti duduk sebagai kepala daerah sudah tahu,” ucapnya.

Ketua KPK menjelaskan, pemerintah daerah (pemda) yang berhasil mencegah korupsi dengan baik akan memperoleh insentif dari Kementerian Keuangan. Firli mengaku telah bernegosiasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait insentif bagi Pemda yang sukses menciptakan sistem pencegahan tindak pidana korupsi.

Menurut Firli, para kepala daerah bisa malas melakukan pencegahan tindak pidana korupsi karena tidak ada insentif.

“Baru tahun ini, tahun-tahun lalu belum (ada upaya pemberian insentif). Akhirnya, Alhamdulillah oleh Ibu Menteri diberikan insentif daerah yang sukses menyelenggarakan kegiatan pencegahan korupsi, di dalam aplikasi monitoring server,” ucapnya.

Sponsored

Berdasarkan data penindakan KPK dari tahun 2004 hingga Mei 2020, tindak pidana suap paling banyak ditemukan, atau 704 perkara. Lalu, pengadaan barang dan jasa sebanyak 224 perkara, perizinan 23 perkara, pungutan liar 26 perkara, penyelenggaraan anggaran 48 perkara, tindak pidana pencucian uang (TPPU) 36 perkara, dan merintangi proses penyidikan 10 perkara.

Dari segi jenis profesi, subjek hukum swasta paling banyak melakukan korupsi atau 380 perkara. Disusul anggota DPR/DPRD 274 perkara, pejabat pemerintah (eselon I,II,III,IV) 230 perkara, wali kota/bupati/wakil 122 perkara, kepala lembaga/kementerian 28 perkara, hakim  22 perkara, gubernur 21 perkara, pengacara 12 perkara, jaksa 10 perkara, komisioner 7 perkara, korporasi 6 perkara, duta besar 4 perkara, dan polisi 2 perkara.

Berita Lainnya
×
tekid