sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Firli Bahuri diduga salah gunakan kewenangan hentikan 36 perkara di KPK

Apalagi ketua KPK merupakan polisi aktif, sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan pada saat menghentikan kasus.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 21 Feb 2020 08:43 WIB
Firli Bahuri diduga salah gunakan kewenangan hentikan 36 perkara di KPK

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diduga telah menyalahgunakan kewenangan dalam menghentikan 36 perkara di tahap penyelidikan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan koleganya terbilang besar. 

Apalagi Firli masih berstatus anggota Polri aktif. Status perwira tinggi berpangkat jenderal bintang tiga itu, dinilai dapat membuka celah konflik kepentingan dalam menghentikan perkara.

"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara. Apalagi ketua KPK merupakan polisi aktif, sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan pada saat menghentikan kasus. Terutama yang diduga melibatkan unsur penegak hukum," kata peneliti ICW Wana Alamasyah dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id di Jakarta, Jumat (21/2).

Dia menjelaskan, proses penghentian perkara di ranah penyelidikan tidak bisa dihentikan secara tiba-tiba. Ada proses gelar perkara yang harus dilalui untuk mempertimbangkan kelanjutan penanganan perkara tersebut.

Prosesnya juga melibatkan setiap unsur pada tim satgas penindakan, mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum. 

"Apabila ke-36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara?" kata Wana.

Meski menyayangkan terjadinya hal ini, Wana mengaku tak terkejut dengan penghentian 36 kasus tersebut. Menurutnya, ICW telah memprediksi hal tersebut bakal terjadi di era kepemimpinan Firli Bahuri. 

"Hal tersebut pun terbukti dari beredarnya pernyataan resmi KPK," ujar dia.

Sponsored

Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, penghentian penyelidikan tersebut dilakukan untuk memberi kepastian, keterbukaan, dan akuntabilitas pada publik. Padahal, dia mengakui perkara-perkara yang dihentikan berkaitan dengan dugaan korupsi di BUMN, kementerian, hingga anggota DPR RI.

"Jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian atau lembaga, dan DPR atau DPRD," kata Fikri kemarin.

Terdapat dua poin utama yang menjadi pertimbangan KPK untuk menghentikan ke-36 perkara tersebut. Pertama, sejumlah perkara tersebut sudah dilakukan penyelidikan sejak 2011. Kedua, tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti tidak memiliki bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi, dan alasan lain yang diklaim dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Berita Lainnya
×
tekid