sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gagal buru Harun Masiku, MAKI minta pimpinan KPK dievaluasi

Dewas diharapkan mengotak-atik formasi pimpinan KPK agar kinerja komisi antirasuah meningkat.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Minggu, 01 Nov 2020 13:24 WIB
Gagal buru Harun Masiku, MAKI minta pimpinan KPK dievaluasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menangkap buronan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024, Harun Masiku. Desakan ini disampaikan menyusul ditangkapnya buron kasus mafia hukum di Mahkamah Agung (MA), Hiendra Soenjoto, pada Jumat (30/1).

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, menerangkan, penangkapan ditujukan untuk memperbaiki kinerja dan citra Firli cs di mata publik. Pasalnya, penangkapan Hiendra merupakan buah dari kinerja pimpinan KPK era Agus Rahardjo.

"Kalau tidak mampu (menangkap Harun), ya, berarti KPK sekarang semakin buruk kinerjanya dan perlu juga dievaluasi KPK. Tidak hanya Satgasnya, tetapi pimpinan KPK kalau perlu dievaluasi," ujarnya dalam keterangannya, Minggu (1/11).

Menurutnya, evaluasi dapat dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam mengubah struktur pimpinan. "Ketua KPK bisa digeser jadi Wakil Ketua dan dari salah satu Wakil Ketua jadi Ketua KPK."

"Tujuannya untuk meningkatkan kinerja, salah satunya mampu menemukan Harun Masiku hidup atau mati," sambung dia.

Bagi Boyamin, publik amat menanti KPK dapat menangkap Harun Masiku. Sebab, kasus yang melibatkan bekas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu lebih kental nuansa politisnya daripada kasus Nurhadi.

Hanya saja, Harun dirasa sudah meninggal lantaran sejauh ini pihaknya tidak menemukan informasi keberadaannya.

"Jadi, KPK tetap memastikan itu. Harus mampu menemukan Harun, baik dalam keadaan hidup maupun dalam keadaan meninggal," tuturnya

Sponsored

Jika ditemukan meninggal, katanya, KPK harus melacak dan menelusuri penyebab meninggalnya Harun. "Itu yang justru lebih urgen karena apa pun jika sudah meninggal, kasusnya, kan, harus ditutup. Tetapi dipastikan apa penyebab meninggalnya."

Boyamin berkata, KPK perlu menelusuri para pihak yang diduga menghendaki Harun meninggal dalam keadaan tidak wajar. Selain itu, perlu mencari pihak yang diuntungkan.

"Ini semata-mata hanya keyakinanku loh, ya, karena tidak ada tanda-tanda yang menjadi petanda Harun masih hidup," tandasnya.

Harun merupakan pihak terduga penyuap bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Dia disinyalir memberikan suap agar ditetapkan sebagai anggota dewan dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I, menggantikan Nazarudin Kiemas, anggota DPR terpilih yang meninggal dunia.

Kendati begitu, Harun berhasil lolos dari kejaran KPK saat operasi klandestin. Sehingga, hanya tiga dari empat tersangka yang telah ditahan. Mereka adalah Wahyu; orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina; dan pihak swasta, Saeful Bahri.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kemenkumham mengklaim, Harun bertolak ke Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta, Banten, pada 6 Januari 2020. Belakangan dikabarkan dirinya kembali dari jiran, 7 Januari. Hal itu terungkap dari hasil rekaman kamera pengawas (CCTV) Bandara Soekarno-Hatta.

Rekaman tersebut senada dengan pengakuan istri Harun, Hilda, kala ditemui di kediamannya, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dirinya mengungkapkan, suaminya berada di Jakarta, pada 7 Januari 2020. Info diterima langsung dari Harun.

Namun, Ditjen Imigrasi membela diri terkait keterangan sebelumnya. Mereka mengklaim, terjadi keterlambatan dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soekarno-Hatta kala Harun kembali.

Sedangkan Yasonna sempat mengklaim Harun masih berada di luar negeri pada 16 Januari. Beberapa waktu kemudian, enggan berkomentar tentang keberadaan bekas koleganya di PDIP tersebut. Dirinya justru meminta wartawan mengonfirmasinya kepada Dirjen Imigrasi kala itu, Ronny F. Sompie.

Harun masih buron hingga kini. Keberadaannya belum terdeteksi meski telah masuk daftar pencarian orang (DPO).

Berita Lainnya
×
tekid