sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Giliran rumah dinas DPR digeledah KPK terkait kasus Edhy Prabowo

KPK amankan sejumlah dokumen dari rumah dinas DPR terkait kasus Edhy Prabowo.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Jumat, 04 Des 2020 13:52 WIB
Giliran rumah dinas DPR digeledah KPK terkait kasus Edhy Prabowo

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan terkait dugaan suap izin ekspor benih lobster yang menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan non-aktif, Edhy Prabowo.

Penggeledahan tersebut dilaksanakan, Kamis (3/12), di Kompleks Rumah Dinas DPR, Kalibata, Jakarta Selatan. Sebelumnya, KPK juga menggeledah rumah dinas Edhy Prabowo pada Rabu (2/12).

"Tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di Kompleks Rumah Dinas DPR di Kalibata, Jaksel. Penggeledahan dilakukan sampai dengan pukul 24.00 WIB," ujar Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Jumat (4/12).

Pada perkara tersebut tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka. Terdiri dari Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri KP Safri (SAF), dan pengurus PT Aero Citra Kargo atau ACK, Siswadi (SWD).

Lalu, staf istri Menteri KP Ainul Faqih (AF), Direktur PT Dua Putra Perkasa atau DPP Suharjito (SJT), Staf Khusus Menteri KP Andreau Pribadi Misanta (APM), dan pihak swasta Amiril Mukminin (AM).

"Adapun dalam penggeledahan tersebut telah ditemukan dan diamankan sejumlah dokumen dan barang elektronik yang terkait dengan perkara ini," kata Ali.

Kasus ini berawal saat Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, dan Andreau menjabat ketua pelaksana.

Kemudian, pada Oktober 2020, Suharjito datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu Safri. Dalam pertemuan tersebut, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT ACK.

Sponsored

"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelas Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.

Atas kegiatan ekspor benur, PT DPP diduga mentransfer uang ke rekening PT ACK senilai Rp731.573.564. Atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, lanjut Nawawi, PT DPP memperoleh penetapan kegiatan ekspor.

"Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK," ucapnya

Berdasarkan data kepemilikan, PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Menteri Edhy, serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga untuk Edhy, Iis Rosyati Dewi (IRW) selaku istri Edhy, Safri dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu Amerika Serikat di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujar Nawawi.

Di samping itu, Edhy turut diduga menerima sejumlah uang sebesar USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau juga disebut menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Para penerima, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Amiril dan Andreau disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pemberi, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid