sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gunung Anak Krakatau tidak memasuki fase mematikan

Letusan Gunung Anak Krakatau menyebabkan strombolian atau lava pijar dari magma di dalam gunung keluar.

Soraya Novika
Soraya Novika Kamis, 27 Des 2018 16:31 WIB
Gunung Anak Krakatau tidak memasuki fase mematikan

Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Kementerian (ESDM) membantah wacana yang menyebut jika kondisi Gunung Anak Krakatau kini telah memasuki fase mematikan.

"Tidak benar masuk dalam fase mematikan," ujar Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo di Kantor ESDM, Jakarta Pusat, Kamis (27/12).

Pernyataan tersebut merupakan balasan atas pendapat ahli vulkanologi asal California bernama Jess Phoenix yang menyimpulkan Gunung Anak Krakatau sudah masuk fase mematikan setelah ia melihat gambar-gambar erupsi dan menganalisis lini masa erupsinya.

Antonius menjelaskan Gunung Krakatau bisa mematikan jika dipandang dari sudut lain tapi tidak seperti yang dijelaskan oleh Jess Phoenix.

"Kalau ada orang yang naik ke Gunung Anak Krakatau saat level siaga begini, baru bisa dikatakan mematikan," selorohnya.

Untuk itu, saat ini pihaknya tengah memantau kemungkinan terjadinya longsor di lereng Gunung Anak Krakatau yang bisa menyebabkan Tsunami Selat Sunda susulan. Meski sulit, ia meyakini timnya mampu mendeteksi seawal mungkin efek dari longsor tersebut.

"Pasang alat terdekat yang mau longsor. Kami memberi masukan ke Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seperti itu. Kalau tidak bisa mendeteksi longsor, kami deteksi efek dari longsor secepatnya, sedekat-dekatnya," imbuhnya.

Letusan Gunung Anak Krakatau menyebabkan strombolian atau lava pijar dari magma di dalam gunung keluar. Letusan itu tidak menyebabkan tsunami, namun magma yang keluar dan mengalir ke laut mendorong air laut terhempas ke daratan.

Sponsored

"Itulah mengapa efek langsung dari gunung terhadap tsunami itu tidak ada. Karena magma itu berjalan pelan-pelan ke lereng, dan kemudian ke laut, kalau pelan kan tidak menimbulkan tsunami. Jadi sebenarnya dari sisi kita, longsor itu ada dua macam. Longsor yang cepat seperti 22 Desember dan menimbulkan tsunami. Kedua longsor yang langsung masuk ke dalam laut atau rayapan, turun pelan. Kalau pelan artinya tidak akan menimbulkan tsunami," tukasnya.

Kendati begitu, Purbo tetap meminta masyarakat waspada terkait aktivitas gunung tersebut. Saat ini, Gunung Anak Krakatau berlevel siaga III.

Sehubungan dengan tingkat aktivitas Level III (Siaga) tersebut, masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 5 kilometer dari kawah. Saat hujan abu turun, masyarakat diminta untuk mengenakan masker dan kaca mata bila beraktivitas di luar rumah.

Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian ESDM meningkatkan aktivitas Gunung Anak Krakatau dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga) pada Kamis (27/12) mulai pukul 06.00 WIB.

Peningkatan status ini didasarkan pada hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga 27 Desember 2018 pukul 05.00 WIB.

Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar, aliran lava dari pusat erupsi dan awan panas yang mengarah ke selatan. Sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.
 

Berita Lainnya
×
tekid