sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Guru tak bisa dikriminalisasi bila siswa terpapar Covid-19

Pembukaan sekolah Januari berpotensi menjadi klaster penyebaran Covid-19.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 23 Nov 2020 09:04 WIB
Guru tak bisa dikriminalisasi bila siswa terpapar Covid-19

Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengingatkan agar orang tua siswa tidak mengkriminalisasi guru ketika anaknya terpapar Covid-19 setelah pembukaan sekolah diberlakukan. Pasalnya, guru berada di bawah struktur birokrasi daerah setempat.

Menurut Satriwan, revisi terbaru Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang membolehkan pembukaan sekolah mulai awal tahun 2021 berpotensi menjadi klaster penyebaran Covid-19.

“Artinya, mobilitas masyarakat semakin tinggi dan berpotensi menjadi sebaran baru Covid-19. Bayangkan, Januari kemudian sekolah tatap muka dilakukan. Jadi, kekhawatiran sekolah akan menjadi klaster terbaru Covid-19 sangat beralasan,” ucap Satriwan dalam keterangan tertulis, Senin (23/11).

SKB 4 Menteri, sambung dia, memberikan otoritas sepenuhnya kepada pemerintah daerah (pemda)/Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) dalam pembukaan sekolah.

Satriwan menyarankan, sebaiknya pembelajaran jarak jauh (PJJ) diteruskan sampai akhir ajaran baru 2020/2021. Artinya, opsi PJJ dilaksanakan sampai Juli 20201 dengan perbaikan pelayanan lebih baik daripada pembukaan sekolah tatap muka yang berpotensi tidak berjalan efektif dan optimal.

Dia lantas membeberkan sejumlah opsi bila sekolah tetap dibuka. Pertama, pembelajaran dibagi 2 sif. Kedua, tidak boleh ada kegiatan ekstrakurikuler.

Ketiga, lanjut Satriwan, tidak boleh ada kegiatan olahraga. Keempat, kantin ditutup. Kelima, interaksi siswa antar kelas sangat terbatas. Keenam, waktu belajar pun terbatas.

“Melihat ketatnya aturan pelaksanaan pembelajaran di sekolah, interaksi sosial siswa di sekolah juga sangat terbatas dan tak akan optimal, sama halnya dengan di rumah selama PJJ,” ujar Satriwan.

Sponsored

Di sisi lain, guru dinilai tidak akan bisa maksimal mengawasi aktivitas siswa setelah keluar dari gerbang sekolah, termasuk mengawasi interaksi mereka saat bermain, hingga melakukan apa dengan siapa semuanya di luar pengawasan guru, sehingga potensi penyebaran Covid-19 ini perlu dikhawatirkan.

Ia menyebut, pembukaan sekolah secara nasional memang lebih baik menunggu vaksin Covid-19 sudah diproduksi, melalui semua uji coba, terbukti aman dan halal.

“Setelah prasyarat ini tercukupi, barulah sekolah bisa dibuka secara nasional secara bertahap,” tutur Satriwan.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mempersilakan pemda memutuskan pembukaan sekolah tatap muka di seluruh zona risiko Covid-19. Kebijakan ini mulai berlaku semester genap tahun ajaran 2020/2021.

“Perbedaan besar di SKB 4 Menteri sebelumnya, peta zona risiko tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka. Tetapi, pemda menentukan, sehingga bisa memilih daerah-daerah dengan cara yang lebih detail,” ujarnya.

Keputusan pembukaan sekolah, jelasnya, bakal diberikan kepada tiga pihak, yaitu pemda, kantor wilayah, dan orang tua melalui komite sekolah. Jika pada Januari 2021 ingin menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, maka perlu ditingkatkan kesiapan sekolah.

Namun, para orang tua murid dibebaskan untuk menentukan apakah buah hati diperbolehkan pergi ke sekolah atau tidak. Bahkan, ketika sekolah dan pemda telah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar secara langsung.

“Pembelajaran tatap muka diperbolehkan, bukan kewajiban,” tutur Nadiem.

Keputusan ini menyusul evaluasi Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri atau SKB 4 Menteri yang sebelumnya telah diterapkan.

Berita Lainnya
×
tekid