sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Hari Tanpa Tembakau Sedunia, waktunya lindungi anak dari rokok murah

Masih mudah dijumpai harga rokok jauh dari harga pita cukai.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Minggu, 31 Mei 2020 14:49 WIB
Hari Tanpa Tembakau Sedunia, waktunya lindungi anak dari rokok murah

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei 2020 kali ini mengingatkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi menyusul tingginya jumlah perokok usia anak.

Tingkat prevalensi merokok pada remaja usia 10 sampai 18 tahun mengalami peningkatan sebesar 1,9%, dari 2013 (7,20%) ke 2018 (9,10%). Persentase tersebut jauh melampaui batas atas yang ditentukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019 sebesar 5,4%.

Oleh karena itu, Ketua Yayasan Lentara Anak Lisda Sundari meminta agar kebijakan diskon rokok ditinjau ulang karena tergolong produk berbahaya dan perlu pengawasan peredarannya.

“Saya melihat pemerintah tidak serius melindungi anak-anak. Sudah harganya murah. Semakin bisa dijangkau karena didiskon. Saya tidak habis pikir, bingung negara ini berpihak kepada perlindungan anak atau siapa? Orang tua dan lingkungan memang mempunyai kewajiban mencegah anak-anak merokok, tetapi kalau kebijakan di atasnya tidak mendukung upaya ini, itu seperti menggarami laut,” ujar Lisda dihubungi.

Menurutnya, keluarga dan masyarakat tidak akan mampu memastikan anak terhindar dari rokok. Pasalnya, kebijakan pemerintah malah memuluskan anak menjangkau rokok.

Pemerintah, sambung dia, masih terus menaikkan cukai pada setiap tahunnya, tetapi tidak berhasil menurunkan angka perokok anak. Hal ini dikarenakan pola pikir pemerintah masih setengah hati antara mengendalikan konsumsi dengan menjadikan rokok sebagai sumber penerimaan negara.

Dijelaskan Lisda, kendati setiap tahunnya cukai rokok naik, tetapi berdasarkan fakta lapangan tidak otomatis menyebabkan harga rokok terkerek.

“Diumumkan pada September atau Oktober, itu harusnya Januari (tahun depan) harga rokok sudah naik karena cukai rokok naik untuk tahun depannya. Kenyataannya, ketika kami melakukan survei pada Januari (2019) masih dengan harga lama," ungkapnya. 

Sponsored

"Kalau produk itu kebutuhan pokok. Misalnya, beras atau telur didiskon, agar masyarakat bisa menjangkaunya, itu masuk akal. Tetapi kalau rokok juga bisa didiskon, ini maksudnya apa?” imbuhnya.
 
Selain itu, pemerintah juga menetapkan minimal harga rokok di pasaran yang tidak boleh lebih rendah dari 85% harga yang tercetak di pita cukai. Hal ini jelas tertuang di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. 

Pun pada PMK Nomor 146/2017 direvisi menjadi PMK 152/2019, meski ketentuan ini jelas mengatur harga minimum, namun saat ini di pasar masih mudah dijumpai harga rokok yang jauh di bawah harga pita cukainya. 

Situasi demikian dianggap tidak menggembirakan mengingat besarnya dampak negatif rokok bagi anak karena dapat memengaruhi bahkan menghambat perkembangan paru-paru.  

Sementara itu, Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Erlang Samoedro mengatakan, kandungan rokok berbahaya dan berefek mengerikan dalam jangka waktu sekitar 15 tahun. 

Semakin muda mengonsumsi rokok, maka belum sempat mencapai usia tua, berpotensi besar sudah terpapar tumor paru, bronchitis, dan penyakit lainnya. Apalagi anak-anak lebih rentan ketimbang orang dewasa karena kondisi paru-parunya belum sempurna.

Selain itu, merokok dalam jangka panjang bisa menyebabkan penyakit paru obstruktif. Misalnya, tumor paru dan gangguan pernapasan yang terjadi akibat infeksi atau peradangan pada bronkus, saluran pernapasan yang menyambungkan tenggorokan dan paru-paru (bronchitis).

“Karena paru sudah mulai rusak, maka akan semakin parah. Itu berarti juga memengaruhi kekebalan tubuh. Istilahnya begini, kalau pagar kamu rusak, orang gampang masuk kan? Rokok merusak pagar di saluran nafas itu. Kuman hingga virus apapun gampang masuk,” kata Erlang.

Berita Lainnya
×
tekid