Hukuman koruptor dipangkas MA, KPK: Marak setelah ditinggal Artidjo
KPK minta MA memuat legal reasoning dalam setiap keputusannya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, seharusnya Mahkamah Agung (MA) memuat legal reasoning atau penalaran hukum dalam keputusannya. Hal itu disampaikan Nawawi terkait pemangkasan hukuman 20 koruptor oleh MA.
"Khususnya putusan Peninjauan Kembali (PK), yaitu legal reasoning pengurangan hukuman-hukuman dalam perkara-perkara a quo," kata Nawawi kepada wartawan, Selasa (29/9).
Menurut Nawawi, itu diperlukan agar tidak menimbulkan kecurigaan publik atas pemotongan masa hukuman koruptor.
"Terlebih putusan-putusan PK yang mengurangi hukuman ini, marak setelah Gedung MA ditinggal sosok Artidjo Alkostar. Jangan sampai memunculkan anekdot hukum: bukan soal hukumnya, tapi siapa hakimnya," jelasnya.
Sebelumnya, Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, menyayangkan banyaknya PK koruptor yang dikabulkan oleh MA. Sepanjang 2019-2020, lembaga antirasuah itu mencatat ada 20 koruptor yang masa hukumannya dipangkas.
"Sekalipun setiap putusan majelis hakim haruslah dihormati, KPK berharap fenomena ini tidak berkepanjangan," ujarnya beberapa waktu lalu.
Menurut Ali, pemangkasan kurungan koruptor bakal berdampak buruk dihadapan masyarakat. Bahkan bisa mengikis tingkat kepercayaan publik kepada lembaga pengadilan.
"Selain itu efek jera yang diharapkan dari para pelaku korupsi tidak akan membuahkan hasil. Ini akan semakin memperparah berkembangnya pelaku korupsi di Indonesia," ucapnya.