sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

HUT ke-18, ICW hadiahi rapor merah untuk KPK

Ada lima faktor yang menjadi dasar KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri layak menerima rapor merah.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 30 Des 2021 17:57 WIB
HUT ke-18, ICW hadiahi rapor merah untuk KPK

Indonesia Corruption Watch memberi rapor merah kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari jadinya ke-18, yang jatuh pada 29 Desember 2021. Nilai jelek diberikan karena dinilai terjadi kemunduran di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.

"Dalam rapor yang ICW serahkan, tertuang sejumlah permasalahan yang tak kunjung bisa dituntaskan oleh pimpinan KPK," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya kepada Alinea.id, Kamis (30/12).

Prosesi penyerahan rapor merah tersebut dilakukan dengan mengadakan aksi teatrikal di depan Gedung KPK, Jakarta, beberapa saat lalu. Pemberhentian paksa terhadap sejumlah pegawai dengan dalih gagal tes wawasan kebangsaan (TWK) menjadi faktor pertama ICW "mencemooh" komisi antirasuah.

Kurnia menyatakan, momentum penetapan KPK sebagai lembaga eksekutif dimanfaatkan Firli cs untuk menyingkirkan puluhan pegawai melalui TWK, tes untuk alih status pekerja menjadi aparatu sipil negara (ASN). Padahal, terdapat banyak problem dalam pelaksanaannya sebagaimana temuan Ombudsman dan Komnas HAM.

Kedua, pelanggaran kode etik. Pada periode pimpinan KPK jilid V, terdapat dua pimpinan yang dinyatakan melanggar kode etik, Firli dan Lili Pintauli Siregar. Namun, hanya diberikan sanksi ringan, padahal terbukti bersalah.

"Ini menandakan bahwa keberadaan Dewan Pengawas KPK tidak berfungsi efektif untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memberikan efek jera jika ada insan KPK yang melanggar kode etik," tegas Kurnia.

Ketiga, kinerja penindakan anjlok. Penindakan KPK dianggap memasuki fase terburuk sepanjang institusi berdiri. Metode pengusutan perkara melalui operasi tangkap tangan (OTT) pun menurun drastis sejak dua tahun terakhir. 

Berdasarkan data yang dihimpun ICW, KPK tercatat hanya melakukan enam kali OTT sepanjang OTT. Jumlah ini terbilang sedikit jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni 17 OTT pada 2016, 19 OTT pada 2017, 30 OTT pada 2018, 21 OTT pada 2019, tujuh OTT pada 2020.

Sponsored

Kemudian, kinerja pimpinan sarat gimik politik. Pada awal 2020, saat KPK disorot masyarakat perihal kegagalan meringkus Harun Masiku, Firli justru menunjukkan kebolehannya memasak nasi goreng.

Jenderal polisi bintang tiga ini pun turut menghadiri bantuan sosial (bansos) oleh Menteri Sosial (Mensos). Sebagai aparat penegak hukum, Firli semestinya menghindari seremonial-seremonial semacam itu.

Kelima, gagal meringkus buronan. Saat ini, pimpinan KPK masih memiliki tanggungan untuk meringkus sejumlah maling uang negara yang melarikan diri, di antaranya, Kirana Kotama (2017), Izil Azhar (2018), Surya Darmadi (2019), dan Harun Masiku (2020).

Dari keempat nama tersebut, Harun menjadi pusat perhatian masyarakat. Pangkalnya, KPK sudah menunjukkan gelat takkan memproses bekas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini sejak awal penanganan kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR.

"Indikasi terhadap kesimpulan itu bisa ditarik dari sejumlah kejadian, misalnya minimnya perlindungan pimpinan KPK terhadap pegawai yang diduga disekap di PTIK, kegagalan penyegelan kantor DPP PDIP, pengembalian paksa penyidik KPK ke instansi Polri, dan pemberhentian pegawai yang ditugaskan mencari Harun Masiku melalui proses TWK," pungkas Kurnia.

Berita Lainnya
×
tekid