sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ibarat terorisme, penanganan karhutla juga harus luar biasa

Berdasarkan catatan Walhi, sebanyak 329 perusahaan sawit dan perusahaan hutan tanaman industri (HTI) melakukan pengerusakan lingkungkan.

Syamsul Anwar Kh
Syamsul Anwar Kh Selasa, 19 Des 2017 17:02 WIB
Ibarat terorisme, penanganan karhutla juga harus luar biasa

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) menjadi bencana yang tiap tahun meneror Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sekitar 125 ribu hektare lahan terbakar selama 2017. Sedangkan tahun lalu, 438 ribu hektare lahan terbakar.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menilai persoalan karhutla memiliki kemiripan dengan terorisme karena tak mengenal batas wilayah.

"Asap itu tidak mengenal wilayah, kayak terorisme aja. Enggak bisa ini asap Indonesia saat mau ke Malaysia berhenti dulu, belok dulu, enggak bisa," papar Wiranto seperti dikutip dari Antara, Selasa (19/12).

Tak hanya itu, kemiripan lain antara karhutla dengan terorisme ialah kerusakan dan kerugiannya bagi makhluk hidup. Karena itu, Wiranto menegaskan karhutla menjadi masalah strategis regional dan global.

Sementara Kepala Departemen Kajian Pembelaan dan Hukum Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Zenzi Suhadi meminta pemerintah melihat persoalan karhutla dari sisi degradasi lingkungan. Terlebih ancaman karhutla membesar di wilayah yang mengalami kerusakan lingkungan.

“Ancaman kebakaran itu sesungguhnya membesar karena (banyak) wilayah yang mengalami degradasi,” ujar Zenzi saat berbincang dengan Alinea.

Walhi mencatat, pengerusakan lahan juga masih terus berlanjut, baik di provinsi yang sudah berpotensi bencana karhutla maupun yang belum. Sedangkan pemerintah, terang Zenzi, masih belum memposisikan praktek pengrusakan ekosistem sebagai kejahatan.

“Pemerintah masih sangat enggan memposisikan praktek pengerusakan ekosistem sebagai kejahatan, sehingga tidak memberikan efek jera,” sambungnya.

Salah satu tolak ukurnya ialah penegakan hukum yang minim. Zenzi menyebut, selama ini perusahaan sawit dan hutan tanaman industri (HTI) yang melakukan pengrusakan ekosistem juga diuntungkan karena adanya ‘insentif’ dari pemerintah.

“Akumulasi yang terindikasi melakukan pengrusakan lingkungan mencapai 329 perusahaan, baik perusahaan sawit dan HTI dengan luas wilayah mencapai 3 juta hektare. Nah, satu lagi maindset pemerintah sendiri di nusantara pelaku kejahatan masih diberikan insentif. Ada kesalahan fundamental dalam pengelolaan SDA,’’ keluhnya.

Sponsored

Insentif tersebut, mewujud dalam pemberian lahan pengganti jika perusahaan gagal memulihkan lahan. Walhi menyebut pola seperti ini terjadi di hampir seluruh provinsi yang memiliki masalah karhutla.

Meski demikian, Walhi sepakat jika kasus karhutla diibaratkan dengan terorisme. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah melakukan penganan dengan serius layaknnya menangani persoalan terorisme. Apalagi, berdasarkan laporan pemerintah, kerugian akumulatif dari karhutla mencapai Rp200 triliun karena terhentinya berbagai kegiatan akibat kerusakan lingkungan.

“Sebenarnya saya sepakat, term extraordinary crime (untuk karhutla), jadi dibutuhkan langkah extraordinary untuk mengatasinya,” tandasnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid