sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICJR minta polisi pemerkosa remaja putri di Malut dihukum berat

ICJR juga mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera menjangkau korban.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 23 Jun 2021 14:35 WIB
ICJR minta polisi pemerkosa remaja putri di Malut dihukum berat

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta kepolisian menghukum berat Briptu II, anggota polisi di Halmahera Barat, Maluku Utara (Malut) karena diduga memerkosa remaja putri berumur 16 tahun.

Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan, perbuatan pelaku harus diusut secara komprehensif, khususnya tindakan di luar kewenangan yang dilakukan. Terlebih tindakan pemerkosaan terhadap anak yang dilakukannya.

"Pemberatan pidana terhadap pelaku yang merupakan aparatur negara harus diaplikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengingat peran sentral pelaku yang seharusnya memberikan rasa aman kepada korban," kata Maidina kepada Alinea.id, Rabu (23/6).

Peristiwa yang menimpa korban bermula pada Minggu (13/6) malam. Saat itu, korban hendak menuju ke Kota Ternate. Namun karena sudah larut malam, ia pun menginap di Sidangoli. Namun, sekitar pukul 01.00 Wita, korban tiba-tiba didatangi polisi dan diamankan untuk dimintai keterangan di Polsek Jailolo Selatan.

Pada saat dilakukan pemeriksaan, polisi tersebut diduga melakukan pemerkosaan kepada korban di sebuah ruangan Polsek Jailolo Selatan.

Maidina mengatakan, hukuman tersebut mengacu pada Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan Pasal 80 dan 81 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, ancaman hukumannya paling singkat 10 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

Selain itu, ICJR juga mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera menjangkau korban. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU Perlindungan Saksi dan Korban, korban kekerasan seksual berhak untuk memperoleh bantuan berupa bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dan psikologis.

Menurutnya, korban juga memiliki riwayat dibungkam oleh aparat. "Perlindungan dan pemulihan korban harus dilakukan sesegera mungkin. Prioritas penanganan kasus harus diberikan dan difokuskan kepada Korban," ujar Maidina.

Sponsored

Oleh karena itu, ICJR menilai, perbuatan Briptu II  tidak lepas dari glorifikasi yang dilakukan oleh media dan pihak humas kepolisian tersebut. Bahwa anggota kepolisian merasa berhak melakukan tindakan terhadap masyarakat.

"Padahal kewenangan kepolisian untuk mengekang kebebasan orang dibatasi dalam KUHAP," katanya.

Atas dasar itu, ICJR mendorong pemerintah dan DPR serta lembaga independen lain seperti Komnas HAM dan Ombudsman untuk melakukan audit kepada kewenangan besar kepolisian yang minim mekanisme pengawasan.

Menurut Maidina, kasus ini juga menjadi penguat untuk menghapus tempat-tempat penahanan di kantor kepolisian. Apalagi ada kecenderungan tempat penahanan ini sering menjadi sarang penyiksaan dan tindakan melanggar hukum lainnya yang dilakukan oleh aparat.

Padahal, legitimasi adanya tempat penahanan di kantor kepolisian hanya bersifat sementara. Pasal 22 KUHAP menyebutkan, tempat penahanan di kantor kepolisian hanya dibenarkan ketika tidak ada Rutan. Sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia (HAM), lanjut dia, tempat penahanan harus dibedakan dari institusi yang melakukan penahanan untuk menjamin adanya pengawasan bertingkat.

"Untuk jangka panjang, penting untuk pemerintah dan DPR menyisir pasal-pasal karet di Rancangan KUHP yang berpotensi memperbesar kewenangan kepolisian dalam kondisi pengawasan yang sangat minim di KUHAP," kata dia.

Selain itu, pemerintah dan DPR juga sudah harus mulai mengkaji soal pengaturan hak-hak korban yang tersebar di berbagai undang-undang, khususnya korban kekerasan seksual. Hal ini, bisa dimulai dengan perumusan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau menyusun aturan baru terkait bantuan dan perlindungan korban kejahatan.

Sementara Kabid Humas Polda Maluku Utara Kombes Adip Rojikan kepada media mengatakan pihaknya telah menetapkan Briptu II sebagai tersangka, selanjutnya melakukan penahanan.

Menurut Adip, kondisi korban saat ini dalam keadaan baik. Korban mendapat perlindungan LSM Doana. Kasus ini pun ditangani oleh Ditreskrimum unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Polda Maluku Utara.

Berita Lainnya
×
tekid