sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW catat 7 potensi masalah vaksinasi berbayar

Salah satu catatan potensi masalah adalah monopoli untuk keuntungan ekonomi.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Rabu, 14 Jul 2021 11:05 WIB
ICW catat 7 potensi masalah vaksinasi berbayar

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada tujuh potensi masalah kebijakan vaksinasi berbayar. Pertama, membuat ada dua jalur (gratis-berbayar) vaksinasi untuk publik akan melahirkan praktik dan perilaku perburuan rente (rent-seeking). 

Menurut ICW, terdapat potensi penyimpangan dalam bentuk penyelundupan secara ilegal vaksin gratis menjadi berbayar. "Hal ini karena motivasi mendapatkan keuntungan telah dibuka kerannya oleh negara dalam bentuk Keputusan Menteri Kesehatan," kata peneliti ICW Egi Primayogha dalam keterangan yang diterima pada Rabu (14/7).

Masalah kedua, terkait keterbukaan harga perolehan vaksin. Menurut Egi, pada April 2021, pemerintah telah menerima vaksin Sinopharm 482.400 dosis. Dia mengatakan, melalui Permenkes, pemerintah membuka informasi mengenai margin harga dan batas maksimal keuntungan dari vaksin berbayar.

"Namun, pemerintah tidak membuka dengan transparan harga perolehan dari produsen vaksin di Uni Emirat Arab perihal harga vaksin sehingga keterbukaan pada konteks Permenkes masih sangat semu," ucapnya.

Potensi masalah ketiga adalah peran ganda badan usaha. Egi mengatakan, di saat populasi yang mendapatkan vaksin Covid-19 jauh dari target nasional, pada saat yang sama badan usaha juga diberikan mandat untuk menjadi penyedia vaksin berbayar.

"Beban ganda ini bukan hanya akan menambah tekanan pada penyelenggaraan vaksin. Namun juga mengalihkan fokus pada pelayanan kesehatan masyarakat ke motivasi mendapatkan keuntungan dari program vaksin berbayar," katanya.

Catatan potensi masalah keempat ICW adalah monopoli untuk keuntungan ekonomi. Menurut Egi, diberikannya hak khusus badan usaha BUMN menyelenggarakan vaksin berbayar melalui regulasi pemerintah menjadikan iklim kompetisi pasar menjadi tidak sehat.

Potensi masalah kelima, bagi ICW terkait Kimia Farma itu sendiri. Dalam keterangannya, Egi menyinggung cucu usaha PT Kimia Farma, yakni Kimia Farma Diagnostika yang tersandung masalah terkait antigen di Bandara Kualanamu, Medan, pada April 2021.

Sponsored

"Sepanjang pandemi Covid-19, Kimia Farma juga kerap mengedarkan obat-obat yang diklaim dapat menyembuhkan Covid-19, tetapi belum terbuktikan secara klinis efektivitasnya. Obat-obat tersebut antara lain avigan, chloroquine, dan wacana distribusi ivermectin yang mulai berkembang sejak pertengahan Juni," jelasnya.

Selanjutnya, ICW mencatat ada potensi keuntungan BUMN dan perusahaan privat. Hitungan yang dilakukan merujuk harga pembelian vaksin produksi Sinopharm Rp321.660 per dosis dan tarif layanan Rp117,910 per dosis. Jika dua kali, maka pembeli harus membayar Rp879.140 sebagaimana Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021.

"Melalui hitung-hitungan kasar, kita dapat melihat keuntungan besar yang akan didapat oleh Kimia Farma. Apabila penjualan dua dosis vaksin mendapat keuntungan Rp100.000, maka keuntungan yang didapat adalah Rp17,2 triliun," ucapnya.

Sementara potensi masalah terakhir adalah korupsi kebijakan dalam pelaksanaan vaksinasi. ICW menduga, sejak awal vaksinasi Covid-19 ditargetkan untuk jadi lahan bisnis. Sebab, wacana vaksinasi berbayar sudah mencuat pada akhir 2020.

Akan tetapi karena mendapat penolakan, kata Egi, pemerintah memutuskan vaksin diberikan gratis kepada seluruh warga. Keputusan itu lalu secara perlahan berubah. Menurutnya, sejak Desember 2020, Permenkes mengenai Pelaksanaan Vaksinasi berubah tiga kali, yakni No 10/2021, No 18/2021, dan No 19/2021.

"Inkonsistensi pemerintah dalam mengatur ketentuan lantas mengindikasikan adanya kepentingan bisnis dalam melaksanakan vaksinasi. Ikut diduga terdapat praktik perburuan rente dalam hal tersebut. Praktik perburuan rente tersebut lantas dituangkan dalam bentuk kebijakan publik. Lagi-lagi negara dibajak oleh kepentingan bisnis. Oleh karena itu kebijakan vaksin berbayar harus segera dibatalkan," jelasnya. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid