sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW minta MA pro-pemberantasan korupsi 

Mahkamah Agung diminta menolak pengajuan Peninjauan Kembali yang diajukan para narapidana kasus korupsi.

Gema Trisna Yudha
Gema Trisna Yudha Selasa, 05 Nov 2019 11:44 WIB
ICW minta MA pro-pemberantasan korupsi 

Indonesia Corruption Watch meminta Mahkamah Agung untuk lebih berpihak pada pemberantasan korupsi, dengan menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan para narapidana kasus korupsi. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, upaya hukum luar biasa itu dapat menjadi jalan pintas bagi para koruptor untuk lepas dari jeratan hukum. 

"Majelis hakim di Mahkamah Agung harus menolak seluruh permohonan Peninjauan Kembali dari para terpidana kasus korupsi," kata Kurnia di Jakarta, Selasa (5/11).

Dalam catatan ICW, saat ini terdapat 21 terpidana kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, yang tengah mengajukan PK di MA. 

Pada 2019, MA mengurangi hukuman enam terpidana kasus korupsi yang mengajukan PK. Hal ini tentu saja bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi, karena tidak memberikan efek jera secara maksimal.

Sejak 2007 sampai 2018, setidaknya 101 narapidana dibebaskan oleh MA. Menurut Kurnia, hal ini justru membuat kinerja KPK menjadi sia-sia. 

"Mahkamah Agung mesti waspada, publik khawatir ini dijadikan jalan pintas oleh pelaku korupsi untuk terbebas dari jerat hukum. Banyak nama besar, mulai Anas Urbaningrum, Setya Novanto, sampai pada OC Kaligis yang sedang berupaya menempuh jalur itu," kata Kurnia.

Pengurangan hukuman yang diberikan MA melalui upaya PK, dapat berupa pengurangan pidana penjara dan pengurangan atau penghapusan uang pengganti. 

Menurut Kurnia, pengurangan hukuman justru akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada lembaga peradilan. Masyarakat akan menilai lembaga peradilan tidak berpihak pada pemberantasan korupsi. Padahal, pemberian efek jera terhadap pelaku korupsi harus menjadi fokus dari setiap pemangku kepentingan, termasuk lembaga peradilan.

Sponsored

"Ini terbukti pada survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan ICW pada Oktober tahun lalu menunjukkan MA mendapatkan kurang dari 70 persen dari sisi kepercayaan publik," kata dia.

Karena itu, Kurnia meminta Ketua MA Hatta Ali, agar lebih perhatian terhadap persoalan ini. Menurutnya, sejak Hatta Ali menjabat (2012-2019), sudah ada sepuluh terpidana korupsi yang mendapat keringanan hukuman di tingkat PK.

Dia juga meminta Hatta Ali lebih selektif menentukan komposisi majelis yang akan memeriksa permohonan PK dari terpidana korupsi. Apalagi dalam catatan ICW, terdapat nama-nama hakim yang kerap memberikan putusan ringan.

"Misalnya LL Hutagalung, diketahui telah meringankan hukuman dari lima terpidana korupsi yaitu Tarmizi, Patrialis Akbar, Rusli Zainal, OC Kaligis, dan Sanusi. Lalu Andi Samsan Nganro diketahui meringankan hukuman dari empat terpidana korupsi yaitu Tarmizi, Patrialis Akbar, Angelina Sondakh, dan Cahyadi Kumala. Selain itu Sri Murwahyuni, yang juga sama telah meringankan hukuman dari empat terpidana korupsi yaitu Choel Mallarangeng, Suroso Atmomartoyo, Tarmizi, dan Patrialis Akbar," kata Kurnia memaparkan. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid