sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW: Omong kosong penguatan KPK

Dicontohkan dengan penghalangan terhadap penyidik kala akan menggeledah kantor DPP PDIP.

Ardiansyah Fadli
Ardiansyah Fadli Minggu, 12 Jan 2020 17:41 WIB
ICW: Omong kosong penguatan KPK

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, penguatan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui revisi undang-undang (UU) adalah omong kosong. Dibuktikan dengan pengahalangan upaya penggeledahan di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Jakarta, Kamis (9/1).

Peneliti ICW, Kurnia Sakti, menyatakan, lambatnya penggeledahan di kantor partai banteng imbas Pasal 37B ayat (1) UU KPK baru. Sebab, mensyaratkan adanya izin Dewan Pengawas (Dewas).

"Padahal dalam UU KPK lama (UU Nomor 30 Tahun 2002, red), untuk melakukan penggeledahan yang sifatnya mendesak, tidak dibutuhkan izin terlebih dahulu. Dari pihak mana pun," tuturnya via keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (12/1).

Dia menerangkan, perizinan tersebut takmungkin dilakukan dalam proses penggeledahan yang membutuhkan waktu cepat. Ini rawan dan menjadi celah bagi pelaku korupsi untuk menyembunyikan dan menghilangkan barang bukti.

"Bagaimana bisa menemukan bukti berjalan dengan tepat serta cepat, jika harus menunggu izin dari Dewan Pengawas?" ucapnya.

Kurnia pun beranggapan, upaya PDIP dalam menghalangi penggeledahan dalam mengungkap kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota DPR melanggar proses hukum. Sesuai Pasal 21 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), pelaku terancam pidana 12 tahun.

"Harusnya setiap pihak dapat kooperatif dengan proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK," ujarnya.

Karenanya, ICW mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Udang (Perpu) KPK. Guna menyelamatkan komisi antirasuah. "(Ini) harus menjadi prioritas utama," katanya.

Sponsored

"KPK harus berani menerapkan aturan obstruction of justice (penghalang keadilan). Bagi pihak-pihak yang menghambat atau menghalang-halangi proses hukum," lanjut Kurnia.

KPK sempat berupaya menggeledah kantor DPP PDIP, Jakarta. Sebagai tindak lanjut kasus dugaan suap PAW anggota DPR yang menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

Nahas. Pihak keamanan setempat menghalang-halangi penyidik KPK. Padahal, telah dibekali surat dan berkoordinasi dengan petugas keamanan PDIP.

Dalam kasus ini, sebanyak empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Wahyu; orang kepercayaan Wahyu sekaligus bekas Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina; politikus PDIP, Harun Masiku; dan pihak swasta, Saeful. 

Sebagai penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid