sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Imbas revisi UU KPK, Agus Rahardjo: OTT akan berkurang 

KPK kemungkinan hanya akan fokus mendalami kasus korupsi yang menelan kerugian keuangan negara dengan nilai fantastis.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 25 Okt 2019 21:20 WIB
Imbas revisi UU KPK, Agus Rahardjo: OTT akan berkurang 

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo mengaku, tidak mengetahui persis strategi Presiden Joko Widodo soal pemberantasan korupsi di Indonesia setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Pilihannya apakah akan dibawa ke arah penindakan atau pencegahan.

Namun demikian, Agus mengaku tak pesimis kinerja KPK akan terhenti atas perubahan kedua UU KPK itu. Hanya, dia memprediksi tugas penindakan lembaga antirasuah akan berkurang. Menurutnya, KPK hanya akan fokus mendalami kasus korupsi yang menelan kerugian keuangan negara dengan nilai fantastis.

“Bisa saja KPK kemudian lebih dalam, lebih mahir penyelidikannya. Jadi, yang dibongkar hanya kasus-kasus yang besar. Mungkin OTT-nya dikurangi, tetapi betul-betul mendalami kasus-kasus besar yang membutuhkan waktu lama,” kata Agus di Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (25/10).

Dia mencontohkan, kasus-kasus besar yang penanganannya memakan waktu lama seperti kasus Petral, dan kasus Garuda. Menurutnya, kelebihan pengungkapan kasus besar seperti itu dapat mengembalikan kerugian keuangan negara lebih banyak. Namun demikian, hal itu akan berdampak dengan tugas penindakan KPK yang akan berkurang.

Kendati demikian, Agus menyarankan kepada pemerintah untuk dapat menginisiasi pembentukan instansi baru jika arah pemberantasan korupsi ingin berfokus pada pencegahan. Setidaknya ada kementerian baru yang fokus terhadap pengawasan dan pencegahan korupsi.  

"Bayangan saya ya ini, dibentuk yang namanya menteri pengawasan dan pengendalian mestinya. (Instansi) itu dapat bongkar sistem ke mana-mana. Supaya sistem-sistem itu segera ada, supaya sistem itu berjalan," ucap Agus.

Menurutnya, instansi tersebut dapat menyelaraskan janji Jokowi untuk membuat sistem pelayanan secara elektronik guna mewujudkan transparansi kepada masyarakat.

"Kalau anda liat hari ini, janjinya Pak Jokowi saat jadi presiden kan, e-planning dan e-budgeting. Sekarang yang dilakukan mana? belum ada. Hanya secara sporadis seperti di Surabaya dan DKI Jakarta," katanya.

Sponsored

Namun demikian, penerapan sistem di dua kota itu masih jauh dengan negara lain yang juga menerapkan sistem serupa. Hal itu ditenggerai karena masih minimnya transparasi anggaran dan rencana sejumlah instansi di Indonesia.

"Karena pengalaman banyak negara yang terapkan itu, kalau terapkan e-planning dan e-budgeting anggarannya itu detil, dan rakyat semuanya tahu. Kita kan belum sampai ke sana, ya," ujar dia.

Berita Lainnya
×
tekid