sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia berbagi pengalaman tangkal terorisme di KTT

Pemerintah terus berupaya mencegah terorisme melalui dunia siber dengan membangun sejumlah unit kerja melawan penyebaran pesan terorisme.

Mona Tobing
Mona Tobing Kamis, 26 Apr 2018 10:21 WIB
Indonesia berbagi pengalaman tangkal terorisme di KTT

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyebaran paham radikal dari kelompok teroris ISIS. Penggunaan media sosial saat ini digunakan dalam menebarkan pesan kepada pengikutnya. 

Sebelumnya, pola penyebaran dilakukan secara terpusat melalui pertemuan tertutup dengan jumlah pengikut terbatas atau convergence. Kini berubah menjadi lebih tersebar dan bervariasi dengan memanfaatkan media sosial seperti: Twitter, Telegram, Facebook, dan Whatsapp.

Dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi yang membahas tentang masalah keamanan global di Sochi, Rusia pada Rabu (25/4), Menko Polhukam menambahkan para ekstrimis ISIS juga memodifikasi pola strategi dalam melancarkan serangan teror.

Mantan panglima TNI ini mengatakan, ISIS dalam melakukan serangannya kerap beraksi sebagai satu organisasi. Saat ini serangan-serangan tersebut muncul dalam unit yang lebih kecil, atau bahkan atas prakarsa sendiri yang dikenal sebagai lone wolf.

Strategi tersebut sebenarnya sudah sering dilakukan oleh organisasi teror untuk mengamankan jaringan. Plus, meningkatkan taktik pola serangan mereka.

Demi melancarkan strategi penyerangannya, ISIS juga didukung oleh teknologi finansial (fintech) modern. Cara kerja penggunaan fintech yang dilakukan oleh organisasi teror juga lebih canggih dan sulit dilacak.

"Dengan perkembangan teknologi ini, dunia harus lebih bersiap dengan memperkuat kerja sama yang berkelanjutan," kata Wiranto seperti dikutip Antara.

Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam juga menjelaskan tentang langkah Indonesia, dalam menghadapi para teroris tersebut. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta orang dimana 132 juta orang tercatat sebagai pengguna telepon pintar yang terhubung dengan internet, menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat mudah disusupi paham radikal.

Sponsored

Selain itu, sebanyak 85% penduduk Indonesia merupakan muslim, hal ini memungkinkan bagi para teroris untuk melakukan propaganda. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah dan tindakan, tidak hanya melalui langkah hukum tetapi juga dengan pendekatan secara personal. 

Misalnya menerapkan kebijakan untuk melakukan deradikalisasi melalui kontra radikalisasi, kontra opini, kontra narasi, serta kontra ideologi kepada para mantan teroris atau eks napiter. Saat ini ada sekitar 600 eks napiter yang mengikuti program deradikalisasi dan hanya tiga dari jumlah tersebut yang kembali melakukan aksi terorisme. 

Sisanya, sekitar 124 eks napiter telah berubah menjadi agen perdamaian. Mereka bertugas menyampaikan pesan damai kepada publik dan orang-orang yang rentan terkena virus radikalisasi. 

Wiranto menambahkan bahwa pemerintah juga terus berupaya mencegah aksi terorisme melalui dunia siber. Caranya dengan membentuk beberapa unit kerja untuk mengantisipasi berkembangnya rekruitmen lone wolf melalui teknologi siber.

Polri secara khusus menangani kejahatan siber dan multimedia, sementara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membentuk Pusat Media Damai. Pemerintah juga harus segera mungkin mengambil langkah untuk menghancurkan atau melemahkan kapasitas finansial mereka.

Wiranto menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia dalam hal itu telah melakukan langkah konkret dengan membuat mekanisme keuangan yang memenuhi standar internasional dalam melawan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid