sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ISESS apresiasi langkah Kemhan bentuk komcad

Sekalipun pembentukan komcad penting karena sesuai amanat konstitusi dan Sishanta, tetapi tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Jumat, 08 Okt 2021 07:18 WIB
ISESS apresiasi langkah Kemhan bentuk komcad

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, merespons positif langkah pemerintah membentuk komponen cadangan (komcad). Alasannya, konstitusi mengamanatkan setiap warga berkewajiban dan berhak membela negara, yang kemudian disebut Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta), dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).

Urgensi komcad, sambungnya, makin menguat jika mengacu perang generasi keempat (4th generation warfare/4GW). Peperangan generasi keempat adalah konflik yang ditandai dengan kaburnya garis antara perang dan politik, kombatan dan warga sipil sehingga monopoli negara atas pasukan tempur berkurang drastis karena kembali ke mode konflik umum di zaman pramodern, di mana salah satu partisipan utamanya bukanlah negara melainkan aktor nonnegara.

"Peperangan generasi keempat sering kali melibatkan pelaku kekerasan nonnegara yang mencoba menerapkan aturan atau kehendak mereka sendiri atau setidaknya mencoba untuk mengacaukan dan mendelegitimasi negara tempat peperangan terjadi sampai negara menyerah atau menarik diri," katanya saat dihubungi Alinea.id, Kamis (7/10).

Khairul melanjutkan, peperangan generasi keempat sering tampak dalam konflik yang melibatkan negara gagal dan perang saudara, terutama yang melibatkan aktor nonnegara, masalah etnis atau agama yang sulit diselesaikan, atau disparitas militer konvensional yang parah. Konflik ini cenderung terjadi di wilayah geografis yang digambarkan sebagai celah nonintegrasi.

"Dari gambaran itu jelas bahwa komcad yang direkrut dari berbagai potensi sumber daya nasional tersebut merupakan solusi yang disiapkan oleh Sishanta dalam rangka mempersempit disparitas militer konvensional terkait penanganan sumber-sumber ancaman, seperti teknologi, globalisasi, fundamentalisme agama, dan pergeseran norma moral dan etika yang relatif tidak dikuasai oleh militer konvensional," tuturnya.

Dalam konsep Sishanta, kekuatan pertahanan negara terdiri dari tiga komponen, yaitu TNI sebagai komponen utama (komput), komcad, dan komponen pendukung (komduk). Sementara itu, sesuai UU PSDN, komcad disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komput dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida.

Komduk, terang Khairul, dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komput dan komcad. Status komduk dapat ditingkatkan menjadi komcad dalam kondisi mobilisasi. "Artinya, komcad mobilisasi adalah total komcad hasil rekrutmen ditambah komduk yang dimobilisasi."

Komduk terdiri dari kelompok warga terlatih, seperti Purnawirawan TNI/Polri, Resimen Mahasiswa (Menwa), Satpam, Satpol PP, Polsus, Linmas, serta anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dapat dipersamakan dengan warga terlatih macam Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam). Selain itu, kelompok tenaga ahli sesuai profesi dan keahlian yang ditekuni dan kelompok warga lainnya seperti veteran dan aparatur sipil negara (ASN).

Sponsored

Meski demikian, Khariul mempertanyakan apakah Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah menghitung proyeksi kebutuhan personel komcad. "Berapa banyak yang harus direkrut secara terbuka? Bagaimana formula penghitungannya? Dari mana angka kebutuhan dalam jumlah besar itu?" tanyanya.

Kemudian, juga mempersoalkan apakah Kemhan telah mendata, memilah, memilih, dan memverifikasi jumlah komduk yang ada saat ini. Menurutnya, pengelolaan komduk harus dilakukan dengan baik dan cermat. 

Dirinya mengingatkan, sekalipun pembentukan komcad penting karena sesuai amanat konstitusi dan Sishanta, tetapi tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa. Pangkalnya, komcad dimobilisasi dalam menghadapi ancaman militeristik dan hibrida, sementara ancaman terdiri dari berbagai bentuk, yakni agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, kerusakan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian sumber daya alam, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, dan serangan kimia.

"Mana yang sudah eksis? Mana yang teridentifikasi mengarah pada ancaman hibrida? Mana yang nirmiliter?" tanyanya lagi. Ancaman hibrida bersifat campuran antara yang militeristik dan nonmiliteristik juga berpotensi melibatkan aktor kekerasan nonnegara. "Apa ancaman terdekat terhadap negara ini yang bersifat militeristik dan hibrida?"

Khairul berpendapat, Kemhan pun mesti memikirkan potensi ekses sosial pembentukan komcad ini. Jika tak terkelola dengan baik, sama saja sedang menyiapkan munculnya potensi kriminalitas dan gangguan keamanan baru yang berpeluang muncul dari hadirnya "pengangguran" yang memiliki keterampilan dasar militer.

"Mengapa? Dijelaskan dalam UU PSDN, komcad itu memiliki masa aktif dan tidak aktif. Masa aktif adalah saat komcad dilatih dan dimobilisasi. Saat itu, bahkan hukum militer berlaku untuk mereka, sedangkan masa tidak aktif dimulai seusai pelatihan hingga saat mobilisasi," jelasnya.

Adapun mobilisasi komcad tergantung pada kebutuhan terhadap ancaman, bisa dalam waktu dekat, masih lama, atau bahkan tak pernah diaktifkan sama sekali hingga masa pengabdiannya berakhir pada umur 48 tahun. Karenanya, menurutnya, pembatasan penggunaan komcad dinilai menjadi salah satu kelemahan UU PSDN.

"Padahal mengacu pada kondisi hari ini saja, kita jelas membutuhkan kehadiran banyak sumber daya untuk penanganan wabah penyakit yang telah disebutkan sebagai salah satu bentuk ancaman bagi pertahanan negara," tandasnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan 3.103 orang sebagai anggota komcad melalui upacara di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) di Bandung Barat, Jawa Barat (Jabar), pada Kamis (7/10). Ini merupakan gelombang pertama.

Sebelum ditetapkan, sebanyak 3.103 anggota komcad tersebut mengikuti pendaftaran pada 17-31 Mei 2021, lalu seleksi 1-17 Juni, pelatihan dasar kemiliteran 21 Juni-18 September. Mereka berasal dari Resimen Induk Kodam (Rindam) Jaya 500 orang, Rindam III/Siliwangi 500 orang, Rindam IV/Diponegoro 500 orang, Rindam V/Brawijaya 500 orang, Rindam XII/Tanjungpura 499 orang, dan Universitas Pertahanan (Unhan) 604 orang.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid