sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jalan mulus dan berliku UU Cipta Kerja

Pembahasan RUU Ciptaker nyaris berjalan mulus tanpa hambatan.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 07 Okt 2020 20:12 WIB
Jalan mulus dan berliku UU Cipta Kerja

Pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) berjalan mulus tanpa hambatan. Tak sampai satu tahun gagasan konsep hukum omnibus yang diperkenalkan oleh Joko Widodo (Jokowi) saat pidato pelantikan sebagai presiden, 20 Oktober 2019, sudah disahkan oleh DPR RI bersama Pemerintah awal pekan ini.

Saat melontarkan wacana itu, Jokowi meminta pada pemangku kebijakan dapat mendukung gagasan omnibus law ini. Bahkan, eks Wali Kota Solo itu meminta agar proses pembahasannya dapat berjalan mulus.

“Nah ini mohon didukung, jangan dilama-lamain, jangan disulit-sulitin. Karena, ini sekali lagi untuk cipta lapangan kerja," kata Jokowi, 18 Februari 2020.

Sejak pidatonya itu, jajaran pembatunya membentuk Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law pada 16 Desember 2019. Saat itu, Satgas dikomandoi oleh Ketua Kadin Rosan Roeslani.

Tak sampai 100 hari bekerja, pemerintah telah menyerahkan draft Omnibus Law RUU Cipta Kerja kepada DPR RI. Persisnya pada 12 Februari 2020.

Gayung bersambut. DPR RI kemudian menyerahkan materi RUU itu kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR pada 2 April 2020. Dalam perjalannya, pada 24 April 2020, Presiden Jokowi sempat menginstruksikan agar pembahasan salah satu klaster RUU Cipta Kerja dapat ditunda. Klaster dimaksud yakni tentang ketenagakerjaan.

Proses pembahasan di DPR terbilang mulus. Tercatat, 64 rapat Panja DPR digelar membahas Omnibus Law antara Pemerintah dan DPR, termasuk klaster ketenagakerjaan. Pembahasan dilakukan dalam rentang 20 April hingga 3 Oktober 2020.

Hingga akhirnya, Sabtu (3/10) jelang tengah malam, DPR RI bersama pemerintah melakukan pembahasan keputusan tingkat I Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Sponsored

Tujuh dari sembilan fraksi di DPR menyepakati RUU Ciptaker pada tingkat I di Badan Legislasi (Baleg). Yaitu Fraksi PDI-P, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara dua fraksi lainnya, PKS dan Demokrat, menyatakan menolak. 

DPR dan Pemerintah seakan tak sabar mengesahkan RUU Ciptaker menjadi undang-undang hingga Badan Musyawarah DPR RI menggelar rapat dadakan soal pelaksanaan rapat paripurna pengesahan RUU Ciptaker, Senin (5/10) sore.

Akhirnya, di hari itu pula, DPR RI bersama Pemerintah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Padahal, tadinya UU Ciptaker ini rencananyan disahkan pada Kamis (8/10).

Menyoal konsep omnibus

RUU Ciptaker merupakan produk regulasi yang disusun dengan konsep omnibus. Merujuk riset Dewan Mahasiswa Justicia Universitas Gadjah Mada (UGM), omnibus merupakan bahasa latin yang mempunyai arti semua untuk semua.

Riset itu juga menerangkan bahwa konsep penyusunan penggabungan regulasi ini lebih cocok diadopsi oleh negara yang mempunyai sistem hukum Anglon-Saxon atau common law system. Sedangkan Indonesia menganut sistem hukum civil law system.

Penerapan omnibus juga dinilai tidak jauh lebih baik di negara yang menganut sistem civil law system, lantaran adanya kodifikasi hukum guna ketentuan hukum dapat berlaku, sebagaimana diharapkan oleh politik hukum yang ingin diwujudkan.

Akan jauh berbeda jika omnibus diadopsi di negara penganut sistem hukum common law system, karena menempatkan yurisprudensi sebagai sumber hukum yang utama, sehingga tidak menempatkan kodifikasi hukum sebagai prioritas dalam konsideran putusan yang akan dikeluarkan terhadap suatu perkara.

Menurut kajian Dewan Mahasiswa Justicia UGM, omnibus versi Presiden Joko Widodo berbentuk undang-undang yang dapat mengatur berbagai macam hal dengan cara menambah dan menghapus ketentuan yang ada.

Secara kasat mata, dalam kajian itu menyebutkan, omnibus versi Jokowi ditujukan untuk memudahkan pemerintah dalam menciptkan peraturan mencakup berbagi bidang kehidupan dalam satu buah produk hukum.

“Gagasan Omnibus Law tersebut langsung menuai polemik di tengah masyarakat karena di dalam penyusunan RUU Cipker landasan sosiologis terkesan dibuat-buat dan tidak menggambarkan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya,” tulis Dewan Mahasiswa Justicia UGM, dalam kajiannya, yang diakses dalam laman demasjuticia.org, Rabu (7/10).

Bahkan, UU Ciptaker yang disusun dengan konsep omnibus ini berpotensi menimbulkan perbedaan paradigma, yakni paradigma orang banyak dengan kepentingan negara.

“Apabila dilihat dari sudut pandang konsep pragmatisme, seharusnya sebuah produk hukum bertujuan untuk mewujudkan kepentingan masyarakat dan kesejahteraan sosial, sehingga dalam penyusunannya haruslah didasarkan pada fakta empiris yang terjadi di masyarakat dan apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat. Hal tersebut yang kemudian disebut sebagai landasan sosiologis pembentukan peraturan perundang-undangan,” tulis kajian tersebut.

Penolakan buruh

Pengesahan UU Ciptaker langsung menuai gelombang penolakan dari buruh. Salah satunya dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Setidaknya, terdapat tujuh alasan yang mendasari penolakan itu.

Pertama, UMK bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus. KSPI meminta agar UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Pasalnya, nilai UMK tiap kabupaten/kota berbeda besarannya.

“Buruh menolak keras kesepakatan ini,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal, dalam keterangannya.

Kedua, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, dengan mekanisme 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Ketiga, buruh menolak ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau kontrak kontrak seumur hidup tanpa batas waktu.

Keempat, buruh menolak ketentuan outsourcing pekerja seumur hidup dengan tidak dibatasi jenis pekerjaan. Menurut Said Iqbal, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup akan menjadi masalah serius bagi buruh.

Kelima, buruh menolak waktu kerja tetap eksploitatif. Keenam, buruh menolak hak cuti dihilangkan dan hak upah atas cuti hilang. Terakhir, ketujuh, buruh menolak jaminan pensiun dan kesehatan.

“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” tegas Said Iqbal.

Buntut dari kekecewaan disahkannya RUU Cipta Kerja tersebut, elemen buruh dan mahasiswa akan menggelar aksi mengepung Gedung DPR besok, Kamis (8/10). 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid