sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jalan panjang legalisasi ganja di Indonesia

Di Indonesia, ganja termasuk dalam narkotika golongan I.

Annisa Saumi Laila Ramdhini
Annisa Saumi | Laila Ramdhini Jumat, 07 Des 2018 19:09 WIB
Jalan panjang legalisasi ganja di Indonesia

Riset terhalang restu

Namun, BNN selama ini tak merestui penelitian tentang ganja. Hal itu diakui Robay. Sudah sejak tiga tahun lalu, LGN melalui Yayasan Sativa Nusantara (YSN) telah melayangkan proposal riset untuk menyelami lebih jauh manfaat ganja.

Direktur Eksekutif YSN Inang Winarso mengatakan, riset pada 2015 itu merupakan usaha untuk melihat manfaat ganja sebagai obat diabetes.

“Yang diteliti akar, bunga, dan bijinya,” ujar Inang, saat dihubungi, Kamis (22/11).

Jalan panjang legalisasi ganja di Indonesia. Alinea.id.

Inang menyebutkan, penggunaan ganja sebagai medis tak terbatas pada satu varietas saja. Seluruh varietas, mulai dari Cannabis sativa, Cannabis indica, dan Cannabis ruderalis, dapat dimanfaatkan sebagai obat.

Sesungguhnya, Kemenkes sudah merestui penelitian ini pada 30 Januari 2015. Lantas, Menteri Kesehatan Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek mengeluarkan surat keputusan pada 23 Maret 2015, yang memberikan izin penelitian menggunakan tanaman papaver, ganja, dan koka.

Akan tetapi, penelitian itu terbentur, karena BNN tak kunjung memberikan pintu. LGN tak menyerah. Mereka kembali mengajukan proposal tahun ini ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, untuk meriset ganja sebagai medis.

Sponsored

“Baru minggu lalu izinnya turun lagi,” kata Robay, sembari menunjukkan fotokopi dari Kemenkes, yang sudah diterimanya sejak 2015. “Surat ini tak punya kadaluwarsa.”

Robay mengatakan, kali ini penelitian akan dipimpin Musyri Musman, seorang profesor dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Tim penelitinya, tinggal menunggu respons dan bahan baku dari BNN. Sedangkan metodenya sudah disiapkan.

“Yang menghambat penelitian itu tinggal bahan baku dari BNN. BNN punya berton-ton ganja, kalau dibakar kan tidak jelas,” ujarnya.

Menurut Bambang, penggunaan ganja di Indonesia belum ada panduannya. Yang ada, lanjut Bambang, hanya surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010, yang mengatur pemakaian ganja satu hari sebesar 5 gram direhabilitasi, tidak dipidana.

Bambang memiliki pandangan, legalisasi ganja sebagai pengobatan dapat meningkatkan devisa negara. Sebab, kata dia, jika ganja tetap ilegal, negara pula yang merugi.

Meski manfaatnya banyak, Yohan mengatakan, legalisasi ganja juga harus disiapkan dengan matang. Perlu regulasi khusus bila ganja dilegalkan, dalam sisi konsumsi, distribusi, maupun produksi.

Legalisasi ganja di berbagai negara, menurut Yohan, juga didorong teknologi, regulasi, penelitian, serta industri yang canggih. Selain itu, gerakan masyarakat di negara-negara itupun sudah sadar pentingnya ganja untuk dunia kesehatan, bukan lagi hanya sekadar rekreasi.

“Tahun depan Thailand dan Vietnam sudah menyusun proposal pelegalan ganja untuk medis. Di Spanyol di beberapa negara bagian, ada Cannabis Club. Kumpulan orang tersebut bisa menanam hingga 100 tanaman ganja,” kata dia.

Menyinggung legalisasi ganja di berbagai negara, Ali mengatakan, Indonesia tidak bisa serta merta mengadopsi pengalaman yang sudah terjadi di negara lain. Menurutnya, legalisasi ganja di negara lain dilakukan dengan tujuan tertentu.

Selain itu, kata Ali, kualitas ganja di Indonesia, terutama Aceh, berbeda dengan di negara lain. Zat tetrahydrocannabinol (THC) yang terkandung dalam ganja Aceh lebih tinggi dua hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan negara lain, seperti Myanmar dan Maroko.

“Makanya kita menyatakan ganja sebagai narkotika golongan I. Karena dunia pun sudah mengakui kalau ganja di Aceh itu the best quality in the world. Efeknya bisa menyerang syaraf otak,” kata dia.

Yohan menilai, bila ganja dilegalkan, mesti ada undang-undang yang spesifik tentang ganja. Misalnya, pembatasan jumlah tanaman ganja. Selain itu, kalau diperjualbelikan secara legal, tetap harus ada yang mengatur. Misalnya, lembaga atau badan usaha milik negara.

Legalisasi ganja di negeri ini barangkali masih cukup panjang untuk direalisasikan. Meski demikian, kiranya perlu keterbukaan pemangku kepentingan, untuk membuka pintu lebar-lebar terkait penelitian tentang manfaat ganja.

Sebab, bukan tidak mungkin, kalimat ini benar: “Tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia, termasuk ganja.”

Berita Lainnya
×
tekid