sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jatam: UU Ciptaker disusupi kepentingan pebisnis tambang

Sebanyak 16 aktor diduga terhubung dengan aktivitas bisnis ekstraktif.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Minggu, 18 Okt 2020 20:02 WIB
Jatam: UU Ciptaker disusupi kepentingan pebisnis tambang

Laporan berjudul ‘Omnibus Law, Kitab Hukum Oligarki, Para Pebisnis Tambang, dan Energi Kotor di Balik Omnibus Law: Peran, Konflik Kepentingan, dan Rekam Jejaknya’ diluncurkan Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) dan #Bersihkan Indonesia.

Laporan itu menyingkap benang merah bagaimana regulasi ‘sapu jagat ini’ memberikan rente ekonomi bagi kepentingan perusahaan tambang dan energi. Setidaknya sebanyak 16 aktor diduga terhubung dengan aktivitas bisnis ekstraktif tersebut.

Mereka adalah Airlangga Hartarto, Rosan Roeslani, Pandu Patria Sjahrir, Puan Maharani, Arteria Dahlan, Benny Sutrisno, Azis Syamsudin, Erwin Aksa, Raden Pardede, M. Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar, Lamhot Sinaga, Luhut Binsar Pandjaitan, Erick Thohir, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto.

Juru bicara koalisi Masyarakat Sipil #Bersihkan Indonesia Merah Johansyah mengatakan, DPR, Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan para menterinya merendahkan protes rakyat dengan menganggapnya termakan hoaks.

“Laporan ini justru mengungkapkan fakta sebaliknya. Pasal-pasal di UU Cipta Kerja ini benar-benar disusupi oleh kepentingan pebisnis tambang dan energi kotor. Kepentingan bisnis disusupi melalui aktor-aktornya di semua alur proses pembahasan dan pengesahan Omnibus Law baik secara langsung maupun tidak,” ujar Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) ini dalam keterangan tertulis, Minggu (18/10).

Juru Bicara #Bersihkan Indonesia Tata Mustasya mengatakan, Omnibus Law UU Cipta Kerja menandakan rezim Jokowi mengukuhkan diri sebagai pemerintahan despotik yang mengabaikan suara rakyat.

Kebijakan rezim Jokowi, sambung dia, tidak mungkin membawa rakyat Indonesia menuju kemajuan dan kebahagiaan bersama, karena elite tersebut akan terus mencari rente ekonomi dengan mengorbankan kepentingan publik.

Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara ini menyebut, konflik kepentingan menyebabkan pengabaian terhadap kepentingan rakyat. Juga melahirkan korupsi sistemik yang masuk dalam kategori kejahatan serius, karena mampu mengubah struktur substansi demokratis negara ini, menjadi watak oligarki.

Sponsored

“Dengan demikian, dapat dikatakan telah terjadi pengkhianatan terstruktur melalui penyanderaan institusi publik dan regulasinya, sehingga keduanya berubah menjadi alat untuk menguntungkan kepentingan segelintir orang,” ucapnya.

Sebelumnya (9/10), Koalisi #Bersihkan Indonesia merilis laporan Cilaka yang membongkar 16 aktor penting di balik Omnibus Law UU Cipta Kerja. Di laporan terbaru ini, muncul nama-nama baru dengan konflik kepentingan yang terlihat dari sejumlah profil dalam alur proses pembahasan UU Cipta Kerja, mulai dari panitia kerja (Panja), Pimpinan DPR RI, hingga beberapa Kementerian terkait yang memiliki relasi dengan bisnis tambang dan energy kotor.

Para calon penerima manfaat potensial dari disahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja ini secara langsung maupun tidak langsung disebut terhubung dengan anggota Satgas ataupun Panja melalui korporasi tambang yang telah terpetakan.

Berita Lainnya
×
tekid