sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sidang unlawful killing, saksi dari Komnas HAM dihadirkan

Endang menyatakan penembakan terhadap Laskar FPI melanggar prosedur.

Alvin Aditya Saputra
Alvin Aditya Saputra Selasa, 30 Nov 2021 16:06 WIB
Sidang unlawful killing, saksi dari Komnas HAM dihadirkan

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi atas terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella  dalam sidang lanjutan unlawfull killing Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (30/11). Dua saksi tersebut merupakan ahli dari Komnas HAM.

Endang Sri Melani dari Komnas HAM menjelaskan alasan kasus ini dikategorikan sebagai unlawfull killing atau pembunuhan di luar proses hukum. 

"Jadi peristiwa itu terjadi tanpa adanya prosedur. Yang kami temukan, pertama, korban meninggal dunia. Kedua, korban tersebut berada dalam penguasaan resmi dari aparat negara. Ketiga, tidak ada upaya untuk meminimalisasi (kejadian tsb)," kata Endang dalam kesaksiannya, Selasa (30/11). 

Lanjut Endang, pada saat anggota polisi tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian saat membawa empat anggota Laskar FPI  ke dalam mobil. Selain itu, perlakuan para penyidik menjadi ancaman terhadap jiwa korban, sebab posisi serta jumlah petugas tidak seimbang dengan jumlah korban. 

"Empat orang anggota FPI ini tidak diborgol. Disampaikan oleh kepolisian bahwa saat itu masih terlihat tanda-tanda mereka melakukan perlawanan tetapi dimasukkan (mobil) tanpa borgol,"  ujar Endang. 

Endang juga mempertanyakan alasan polisi tidak meminimalisasi aksi tersebut. Padahal terdapat mobil lain yang dapat memisahkan anggota Laskar FPI. 

"Itu yang menjadi pertanyaan kami, mengapa tidak dilakukan upaya lain untuk meminimalisasi terjadinya peristiwa tersebut," ungkapnya. 

Sementara kuasa hukum korban mempertanyakan kepada Endang mengenai prosedur pemborgolan. Endang menjawab, pihaknya sudah menjelaskan tiga macam eskalasi yang dapat merubah situasi sehingga perlunya pemborgolan.

Sponsored

Menurut Endang, tidak ada antisipasi dari para penyidik dengan meminta bantuan atau peralatan dari kepolisian setempat. Hal itulah yang menjadi pertanyaan mengenai tidak adanya upaya lain untuk meminimalisasi perlawanan para pelaku. 

Dalam kasus ini, terdakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin didakwa melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian secara bersama-sama. Akibatnya, total enam eks Laskar FPI tewas tertembus timah panas.

Karena itu, jaksa menyatakan, kedua terdakwa diancam diancam dalam Pasal 338 KUHP jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid