sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kabar peretasan data, jangan jadi alibi KPU bekerja tertutup

Solusi dari keamanan data, terletak pada perbaikan dan peningkatan kinerja agar bisa meningkatkan kepercayaan publik.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Jumat, 22 Mei 2020 22:00 WIB
Kabar peretasan data, jangan jadi alibi KPU bekerja tertutup

Terkait kabar peretasan data 2,3 juta WNI dari sistem Komisi Pemilihan Umum (KPU), Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jeirry Sumampow mengatakan, data pemilih yang dikelola KPU memang data terbuka. Jadi, tak perlu diretas jika ingin mendapatkan datanya.

Dikatakan Jeirry, sebagai data publik, siapapun bisa saja mengaksesnya. Ia merasa heran jika ada informasi tentang data yang diretas tersebut.

"Data yang terbuka itu merupakan bagian dari konsekuensi kita menganut demokrasi terbuka. Data seperti itu bisa juga dengan mudah didapat dari lembaga negara lain, seperti Kemendagri," ujar Jeirry saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (22/5).

Menurut dia, di era terbuka seperti sekarang memang seringkali agak dilematis. Di satu sisi harus transparan, termasuk terbuka dengan data. Namun, ada saja orang yang akan memanfaatkan data itu untuk kepentingan negatif.

"Faktanya, soal data pemilih, kita tak pernah bisa baik sejak pemilu pertama pascareformasi digelar. Jadi, kalau data pemilih tertutup dan tak bisa dikontrol publik, maka potensi semakin banyak orang kehilangan hak pilih akan makin besar," kata Jeirry.

Data pemilih yang terbuka dan valid, kata dia, memberi ruang bagi publik untuk melakukan kontrol terhadap hak pilihnya, kinerja KPU, dan pemerintah. Dalam konteks ini, tambahnya, perbaikan dan peningkatan kinerja pemerintah dalam menyajikan data yang benar dan valid menjadi kunci.

Sebab, data awal datang dari pemerintah melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Begitu juga perbaikan, peningkatan, serta profesionalitas kinerja KPU dalam soal pemutakhiran data pemilih.

"Artinya, jika kedua lembaga tersebut mampu memberikan jaminan data yang benar dan valid, pemilih tak khawatir kehilangan hak pilih, maka ketertutupan data tak akan dipersoalkan," kata dia.

Sponsored

Kemudian, hal penting yang ditekankan Jeirry, informasi tentang data diretas jangan menjadi alibi KPU atau pemerintah untuk bekerja tertutup. Solusi dari keamanan data, menurutnya, terletak pada perbaikan dan peningkatan kinerja agar bisa meningkatkan kepercayaan publik.

"Ke depan, memang harus diatur secara tegas bahwa orang yang menggunakan data itu untuk kepentingan kejahatan harus dihukum seberat-beratnya. Supaya ada efek jera," ujar dia.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mendesak KPU untuk segera memperkuat sistem informasi dan teknologi (IT) yang dimiliki.

“Ini sangat berkaitan erat dalam menjaga trust dan kredibilitas di masyarakat,” ujar Mardani saat dihubungi, Jumat (22/5).

Mardani mengatakan, perlu ada audit sistem keamanan data dan IT KPU agar kejadian serupa tak terulang lagi. Ia mengusulkan, pengaudit berasal dari konsultan independen.

Ketua DPP PKS itu berharap, kejadian ini menjadi pelajaran pemerintah agar sistem keamanan data nasional bisa ditinjau ulang. Termasuk meninjau ulang program KTP elektronik (KTP-el) yang saat ini sentralistis.

Sebelumnya, ramai cuitan dari sebuah akun Twitter @underthebreach yang mengkalim sebagai peretas pada Kamis (21/5). Dalam cuitannya, ia mengaku berhasil mendapat, data termasuk nama, alamat, nomor ID, tanggal lahir, dan lainnya.

Berita Lainnya
×
tekid