sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kaburnya definisi radikalisme dan deradikalisasi setengah hati di 2020

Upaya deradikalisasi yang digalakkan pemerintah dinilai tak jelas dan tak akan tepat sasaran.

Ayu mumpuni Akbar Ridwan
Ayu mumpuni | Akbar Ridwan Kamis, 09 Jan 2020 04:29 WIB
Kaburnya definisi radikalisme dan deradikalisasi setengah hati di 2020

Peran Densus

Berdasarkan data kepolisian, jumlah pelaku dan aksi teror yang terjadi pada 2019 mengalami penurunan ketimbang tahun sebelumnya. Pada 2019 terdapat 297 teroris yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri. Jumlah tersebut menurun dari 2018 yang jumlahnya mencapai 395 pelaku.

Tren penurunan juga terjadi pada jumlah aksi teror. Jika pada 2018 terjadi 19 aksi teror, jumlahnya menjadi sembilan aksi teror pada 2019.

Penurunan jumlah teroris yang tak sebanyak jumlah aksi teror, menunjukkan penyebaran paham radikal berjalan cukup masif meski tidak langsung disertai aksi.

Selain penindakan, Densus 88 Antiteror selaku penegak hukum dinilai juga melakukan fungsi deradikalisasi. Hal ini dirasakan Haris yang pernah bersentuhan langsung dengan Densus.

Haris yang mengaku masih berhubungan dengan sesama eks teroris, mengatakan rekan-rekannya juga merasakan hal sama. Menurut Haris, Densus memperlakukan para pelaku teror dengan sangat manusiawi. Hal tersebut disebutnya lebih menyentuh hati para pelaku terorisme, untuk menyadari ada yang salah dari ajaran yang mereka yakini sebelumnya.

"Meskipun kesadaran pertama atas diri sendiri, tapi sikap kemanusiaan yang Densus lakukan benar-benar menyentuh kami," ujarnya.

Tidak hanya sampai pada penanganan di dalam lapas, Haris menyebut polisi terus mendampingi keberlangsungan hidup para eks napiter. Di Yogyakarta, para eks napiter membuat sebuah kedai kopi bernama Gandroeng dibawah binaan Polda DIY. Di Semarang, eks teroris mendapat pembinaan untuk membuat kedai makan, sementara di Jakarta para eks teroris difasilitasi menjadi pengemudi taksi online. Haris menekankan, pendekatan yang dilakukan Polri lebih berdampak ketimbang kajian rutin yang dilakukan BNPT.

Sponsored

Salah seorang sumber Alinea.id di Densus 88 yang enggan disebutkan namanya menjelaskan, Densus 88 memang mengedepankan penanganan humanis pada para teroris. Kendati demikian, katanya, SOP penegakan hukum tetap dijalankan sesuai KUHAP.

Menurutnya, tidak sedikit teroris yang kaget saat mendapat penanganan dari Densus 88 yang humanis. Kebanyakan teroris, menurutnya, Densus 88 dengan seragam hitam dan senjatanya kerap dianggap menakutkan dan keras oleh para teroris.

"Sebagian besar tersangka kaget atas persepsi mereka selama ini terhadap Densus. Pada kenyataannya setelah mereka berhasil diamankan, diperlakukan sangat manusiawi dan tanpa adanya kekerasan sedikit pun," ucapnya.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Amiruddin mengatakan, tindakan represif memang diperlukan untuk merespons tindakan kekerasan dalam radikalisme. Hanya saja, penanganannya tak boleh dilakukan dengan melakukan pelanggaran terhadap aturan lain.

"Persoalannya adalah dalam proses penindakan hukumnya setiap orang atau siapapun warga negara Indonesia, mesti diberikan hak dia berdasarkan hukum yang ada juga, enggak boleh dilakukan sewenang-wenangnya. Itu saja prinsip-prinsip penting atau dasar yang mesti diperhatikan," kata dia.

Hal yang sama dikatakan Rasyid. Menurutnya, upaya deradikalisasi sebagai langkah pencegahan juga harus memperhatikan aturan yang berlaku.

"Jadi kalaupun mau langkah pencegahan, ya langkah pencegahannya yang sesuai konstitusi dan jangan sampai melanggar hak asasi manusia dan melanggar hak warga negara," ucap dia.

Berita Lainnya
×
tekid