sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kaji ulang relaksasi PSBB, nyawa tetap yang utama

"Demi kesehatan dan keselamatan banyak orang, relaksasi PSBB hendaknya tidak perlu terburu-buru."

Manda Firmansyah Fadli Mubarok
Manda Firmansyah | Fadli Mubarok Senin, 04 Mei 2020 10:57 WIB
Kaji ulang relaksasi PSBB, nyawa tetap yang utama

Pemerintah diminta tidak terburu-buru melakukan relaksasi atau pelonggaran penerapan pembatasan sosial berskala besar alias PSBB. Pemerintah harus tetap memperhatikan tujuan penerapan PSBB saat pandemi Covid-19 dan mengutamakan nyawa, keamanan, dan keselamatan masyarakat.

"Memang benar semua orang merasakan tidak nyaman karena terus berdiam di rumah. Namun, demi kesehatan dan keselamatan banyak orang, relaksasi PSBB hendaknya tidak perlu terburu-buru," kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Jakarta, Minggu (3/5).

Menurutnya, sebelum penularan Covid-19 dapat dikendalikan dengan penerapan PSBB, maka relaksasi tak bisa dilakukan. Saat ini, penularan virus corona masih berada di angka ratusan setiap harinya. 

Karena itu, penerapan PSBB harus tetap dilakukan dan diterapkan secara konsisten. Kalau pun akan melakukan relaksasi, kajiannya harus melibatkan pemerintah daerah.

"Sama seperti mekanisme pengajuan PSBB, maka relaksasi PSBB pun hendaknya lebih mendengarkan pertimbangan kepala daerah. Karena diasumsikan bahwa kepala daerah paling tahu kondisi wilayahnya masing-masing," ujar politikus Golkar itu.

Hal yang sama diungkapkan anggota Komisi IX DPR RI Muchamad Nabil Haroen. Pemerintah, kata dia, harus merujuk pada tujuan utama penerapan PSBB, yakni menjaga nyawa, keamanan, dan kesejahteraan rakyat.

Diakui anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu, PSBB memang menjadikan ekonomi melambat, yang pada akhirnya berdampak pada sirkulasi keuangan dan pendapatan warga.

"Ini yang harus dikaji. Bagaimana mengelola ketahanan pangan, pendapatan warga, sekaligus penanganan medis," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama tersebut.

Sponsored

Pemerintah tengah mengkaji relaksasi PSBB, setelah terjadi penurunan penularan Covid-19, terutama di DKI Jakarta. Penerapan PSBB memang sempat menurunkan jumlah pasien baru yang terinfeksi virus corona. Namun saat ini, trennya kembali meningkat dengan jumlah penambahan kasus baru setara dengan sebelum terjadinya pelambatan. 

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menekankan, relaksasi tidak serta merta melupakan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah guna menangani pandemi Covid-19. 

“Relaksasi itu bukan berarti melanggar protokol kesehatan,” ujar Mahfud MD.

Menurutnya, rencana relaksasi PSBB harus diselaraskan dengan tiga aspek kebijakan pemerintah dalam melawan Covid-19. Tiga aspek yang dipertimbangkan tersebut meliputi kesehatan, ekonomi, dan sosial masyarakat Indonesia.

Presiden Joko Widodo, kata dia, memerintahkan untuk memastikan perekonomian tetap berjalan, namun tetap dalam koridor protokol kesehatan.

“Itu yang disebut relaksasi. Karena di berbagai tempat itu berbeda. Ada yang begitu ketat orang mau gerak ke sana enggak bisa, orang mau cari uang enggak bisa. Mau ini tidak bisa, tapi di tempat lain ada orang yang melanggar begitu mudahnya,” kata Mahfud.

“Nah, ini yang kemudian disebut perlu dilakukan relaksasi,” ucapnya.

Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi mengatakan terbatasnya aktivitas masyarakat ,termasuk aktivitas ekonomi, merupakan hal wajar selama penerapan PSBB. Hal tersebut harus dilakukan demi membunuh mata rantai penyebaran virus corona.

Laki-laki yang akrab disapa Awiek ini menyarankan agar saat ini pemerintah tak memikirkan relaksasi PSBB. Lebih baik pemerintah memastikan bantuan stimulus ekonomi yang diberikan tepat sasaran, termasuk pelaksanaan Kartu Prakerja, agar benar-benar diarahkan untuk masyarakat bisa membuka usaha mandiri, bukan sekadar seremonial.

"Relaksasi PSBB bisa dilakukan jika tren penyebaran wabah Covid-19 di suatu wilayah benar-benar turun drastis," katanya, Senin (4/5).

Berita Lainnya
×
tekid