sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kasus PMK yang dilaporkan diyakini terlalu kecil

Tidak semua hewan ternak yang sakit akibat PMK dilaporkan pemilik ternak.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Sabtu, 02 Jul 2022 12:25 WIB
 Kasus PMK yang dilaporkan diyakini terlalu kecil

Jumlah kasus penyakit mulut dan kuku atau PMK pada hewan ternak di lapangan diyakini lebih besar dari data yang dilaporkan dan dicatat pemerintah. Ini karena peternak enggan melaporkan ternaknya yang terjangkit PMK untuk menghindari kerugian yang semakin besar.

Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Yudi Guntara Noor mengapresiasi pelaporan kasus PMK oleh pemerintah lewat laman siagapmk.id. Namun, kata dia, jumlah kejadian PMK di lapangan lebih besar dari data yang dilaporkan itu.

"Dengan pengumpulan data surveilans di lapangan, mohon maaf, saya melihat ini puncak gunung es. Melihat data yang paling kecil saja di koperasi persusuan, datanya dua minggu lalu kami bandingkan itu korbannya jauh lebih besar daripada data nasional," kata Yudi dalam webinar mengenai PMK di Jakarta, Jumat (1/7) kemarin.

Yudi menjelaskan, data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) per 22 Juni mencatat kematian sapi akibat PMK di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebanyak 1.601 ekor dan sapi yang dipotong paksa 2.852 ekor. Sementara data di siagapmk.id sebesar 2.460 ekor ternak dipotong paksa dan 1.499 ekor mati akibat PMK secara nasional di seluruh Indonesia. 

Keyakinan serupa disampaikan Nanang Purus Subendro. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) ini, kejadian yang dicatat pemerintah itu tidak ada seperlima dari kejadiaan riil.

"Itu data lapangan yang kami kumpulkan dari para peternak," kata Nanang pada webinar di Jakarta, Kamis (30/6). 

Akar masalah

Yudi Guntara menjelaskan, perbedaan data di lapangan dengan yang dilaporkan resmi oleh pemerintah karena tidak semua hewan ternak yang sakit akibat PMK dilaporkan pemilik ternak. Galibnya, hewan yang terjangkit PMK dilaporkan ke dinas peternakan daerah oleh para peternak.

Sponsored

"Ini menandakan mayoritas peternak atau pemilik ternak tidak melakukan pelaporan atas kondisi PMK," kata Ketua Umum Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) itu.

Peternak enggan melaporkan ternaknya yang terjangkit PMK karena alasan sosial ekonomi. Menurut Yudi, peternak masih tetap memotong dan menjual ternaknya yang terindikasi PMK dengan gejala ringan. Ini dilakukan agar peternak tidak mengalami kerugian akibat PMK. 

Menurut Yudi, ini menjadi salah satu alasan penyebaran PMK begitu cepat di Indonesia. "Tetap dipotong di mana-mana, tetap dijual di mana-mana, lalu lintas ke mana-mana, peternaknya pun jalan-jalan ke mana-mana. Jadi, akhirnya seperti hari ini, menyebar cukup cepat," ujar dia.

Selain itu, peternak tidak melaporkan ternaknya ke pemerintah daerah karena birokrasi dan regulasi yang belum jelas. Terutama belum ada kejelasan mekanisme ganti rugi apabila ada ternak mati karena PMK.

Yudi membandingkan dengan negara lain yang pemerintahnya membeli hewan ternak yang sakit akibat PMK. Ternak itu langsung dimusnahkan atau potong bersyarat agar tidak terjadi penyebaran. 

Hal itu dilakukan untuk mencegah kerugian bagi para peternak. "Saya tidak menyalahkan peternak. Yang kita salahkan adalah kondisi di lapangan yang memang tidak mampu memberikan perlindungan," kata dia.

Agar penularan bisa dikendalikan, Nanang Purus meminta Satuan Tugas Penanganan PMK segera bekerja. Terutama untuk memastikan peternak yang ternaknya dimusnahkan karena terjangkit PMK mendapatkan ganti rugi.

"Bagaimana mana caranya, kapan, kriterianya seperti apa, siapa saja yang bisa mendapatkan ganti rugi, kami tunggu secepatnya," pinta Nanang.

Penyebaran PMK

PMK terus meluas. Hari ini ada tambahan satu provinsi baru tertular PMK, yakni Bali. Tambahan Bali membuat PMK sudah menyebar di 20 provinsi. Per hari ini, Sabtu (2/7), PMK meluas menyebar ke 226 kabupaten/kota di 20 provinsi. Kemarin, PMK menyebar di 19 provinsi dan 222 kabupaten/kota. 

Menurut laman siagapmk.id, per hari ini sebanyak 302.032 ekor hewan terjangkit PMK. Terdiri dari 196.259 ekor belum sembuh, 101.289 ekor sembuh, 2.666 ekor potong bersyarat, dan 1.818 ekor mati. 

Khusus Provinsi Bali, hasil pemeriksaan laboratorium memastikan ada 63 ekor sapi terjangkit PMK. Tersebar di tiga lokasi, yakni di Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Buleleng 21 ekor; di Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar 38 ekor; dan di Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem sebanyak 4 ekor. Hari ini dilakukan kuncitara (lockdown).

Berita Lainnya
×
tekid