sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK geledah rumah anggota DPRD Medan

Rumah anggota DPRD Sumut dari Partai Golkar digeledah KPK.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Kamis, 31 Okt 2019 13:39 WIB
KPK geledah rumah anggota DPRD Medan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan di daerah Medan, Sumatera Utara. Adapun, lokasi yang disisir tim penyidik yakni kediaman anggota DPRD Sumatera Utara dari Fraksi Partai Golkar, Akbar Himawan Buchori.

"Hari ini KPK mengeledah rumah Akbar Himawan Buchori yang berlokasi di Jalan D.I. Panjaitan Nomor 142, Medan," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (31/10).

Febri mengatakan, saat ini penggeledahan masih berlangsung. Karena itu, dia belum dapat menyebut lebih detil barang yang berhasil disita KPK.

Di samping itu, kata Febri, penyidik KPK juga tengah melakukan rangkaian pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Ada pun saksi yang diperiksa terdiri dari pejabat Pemerintah Kota Medan hingga anak Wali Kota Medan nonaktif Tengku Dzulmi Eldin.

"KPK melakukan pemeriksaan terhadap sembilan orang saksi bertempat di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara pada hari ini," ucap dia.

Sembilan saksi yang diperiksa yakni Kepala Dinas (Kadis) Koperasi Kota Medan Edliaty. Selanjutnya sopir Wali Kota Medan, Junaidi. Lalu, Kadis Ketenagakerjaan Kota Medan Hannalore Simanjuntak, dan Kadis Perdagangan Kota Medan Dammikrot. 

Selanjutnya, Kabid Tata Kelola Air dan Drainase Perkotaan Dinas PU Kota Medan Rizfan Juliardy Hutasuhut. Kemudian Kadis Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Medan, Qamarul Fattah. 

Ada pula: dua anak Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi, yakni Rania Kamila dan Rendy Edriansyah Eldin. Kemudian Kadis Ketahanan Pangan Kota Medan, Emilia Lubis.

Sponsored

Febri menyampaikan, kesembilan orang saksi tersebut, akan dimintai keterangan guna melengkapi berkas penyidikan Dzulmi, tersangka suap proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan 2019.

Pemeriksaan terseb , merupakan kelanjutan pemeriksaan pada Selasa (29/10) lalu. Pada pemeriksaan sebelumnya, penyidik telah memeriksa 12 orang saksi, terdiri dari: anggota DPRD Sumatera Utara, Pejabat SKPD Kota Medan, keluarga Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin, hingga pihak swasta.

Pada perkaranya, Dzulmi diduga kuat telah meminta uang sebesar Rp130 juta kepada Isa, selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Medan. Uang itu diberikan dalam beberapa pemberian. 

Pada medio Maret hingga Juni, Dzulmi diduga telah menerima uang sebanyak Rp80 juta. Selain itu, Isa juga memberi uang sebesar Rp50 juta pada 18 September 2019. 

Tak hanya itu, Dzulmi juga diduga telah meminta uang sebesar Rp250 juta kepada Isa. Rencananya, uang itu akan digunakan untuk menutupi kekurangan perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang.

Kekurangan anggaran perjalanan dinas itu, lantaran Dzulmi mengajak istri dan dua anaknya serta beberapa kolega, yang tidak berkepentingan mengikuti acara tersebut.

Namun demikian, Isa baru merealisasikan permintaan itu sebesar Rp200 juta. Uang itu diberikan melalui protokoler Pemkot Medan, Syamsul Fitri Siregar.

Untuk sisanya, Isa memberikan uang itu kepada ajudan Dzulmi, Andika. Namun, saat hendak ditangkap Andika bersikap tak kooperatif. Bahkan, dia hendak menabrak petugas KPK saat dirinya ingin diamankan. Alhasil, Andika membawa kabur uang Rp50 juta itu.

Atas perbuatan itu, KPK tetapkan Dzulmi bersama dua orang anak buahnya yakni protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar, dan Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan tahun 2019.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Dzulmi dan Syamsul disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan pihak yang diduga pemberi, Isa  dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid