sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kejaksaan hentikan 15 perkara berdasarkan restorative justice

Tersangka dan korban sudah saling memaafkan dan perkara diselesaikan berdasarkan restorative justice.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Selasa, 22 Mar 2022 15:48 WIB
Kejaksaan hentikan 15 perkara berdasarkan restorative justice

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana, menghentikan 15 perkara berdasarkan keadilan restoratif. Penghentian terjadi setelah gelar perkara dilakukan. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, alasan pemberian penghentian karena para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah dihukum. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. 

"Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya," kata Ketut dalam keterangan, Selasa (22/3). 

Ketut menyampaikan, pihaknya telah melaksanakan proses perdamaian yang membuat para tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan maafnya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. 

Tersangka dan korban, kata Ketut, setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis juga menjadi alasan dari kejaksaan. 

"Masyarakat merespon positif," ucap Ketut. 

Ketut menyebut, Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif. Hal itu sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum. 

Ada tujuh perkara yang dihentikan dari Kejaksaan Negeri Simalungun yang disangkakan melanggar Pasal 111 Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Para tersangka adalah Fauzi, Lanjut Butar-butar, Nurlela Purba, Rina, Ismawati, Sarwedi, Sutra Purnama, dan Suparni Harahap. 

Sponsored

Kemudian, ada tiga perkara yang terjerat dengan pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Tersangkanya ialah Gusti bin Hamsah dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan, Muhammad Amin alias Aso dari Kejaksaan Negeri Mamuju, dan Muniarti dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan. 

Selain itu, ada dua perkara dalam pelanggaran pasal 406 Ayat (1) KUHP  Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perusakan. Mereka ada tersangka Gandaria Siringo-ringo dengan Dedi Hendra Lumbanraja dari Kejaksaan Negeri Samosir, dan Justan Efendi Harahap serta Adi Gunawan Harahap dari Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara. 

Sementara, ada juga tiga perkara berbeda, seperti tersangka Shinta binti Syamsuddin dari Cabang Kejaksaan Negeri Makassar di Pelabuhan Makassar yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Kedua, tersangka Sucipto dari Kejaksaan Negeri Langkat yang disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, serta tersangka Wahyu Arel Budiman Zamili dari Kejaksaan Negeri Nias Selatan yang disangkakan melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman. 

"Selain itu, dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait apabila ada masyarakat yang ingin mengajukan permohonan Restorative Justice, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum membuka hotline layanan Restorative Justice melalui nomor 0813-9000-2207," tutur Ketut.

Berita Lainnya
×
tekid