sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kejaksaan hentikan lagi dua perkara pidana dengan alasan keadilan restoratif

Para tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Kamis, 10 Mar 2022 18:58 WIB
Kejaksaan hentikan lagi dua perkara pidana dengan alasan keadilan restoratif

Kejaksaan Agung kembali menghentikan dua kasus berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice). Kedua kasus itu berasal dari wilayah Sumatera Barat dan Sulawesi Barat. 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) Fadil Zumhana mengatakan, pihaknya berupaya memberikan keadilan dan ternyata dirasakan masyarakat. Menurutnya keadilan restoratif semakin diminati karena manfaatnya memberikan keadilan bagi masyarakat. 

“Jangan sampai hukum yang dikeluarkan justru menimbulkan dampak negatif bagi Kejaksaan dan bagi orang yang menjadi korban kejahatan itu. Jaksa harus memiliki kasih sayang kepada rakyatnya,” kata Fadil dalam keterangan, Kamis (10/3). 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, kasus pertama menyangkut nama tersangka Abd. Rahman Dg. Bonto Alias Daeng Bonto Bin Daeng Nyempa dari Kejaksaan Negeri Pasangkayu Sulawesi Barat. Ia disangka melanggar Kesatu Primair Pasal 44 Ayat (1) subsidiair Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 KUHP. 

Kemudian ada juga tersangka Mairizal dan tersangka Rando Sony Putrasma dari Kejaksaan Negeri Tanah Datar, Sumatera Barat. Keduanya disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. 

Menurut Ketut, pemberian penghentian penuntutan karena para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah dihukum, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, dan telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. 

Selain itu, kata Ketut, para tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, sehingga tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. 

"Dalam perkara tersangka Abd. Rahman Dg. Bonto Alias Daeng Bonto Bin Daeng Nyempa antara tersangka dengan korban merupakan pasangan suami-istri dan memiliki 10 orang anak," ujar Ketut. 

Sponsored

Pijakan hukum Jaksa dalam melaksanakan keadilan restoratif (restorative justice) yaitu sebagaimana dimaksud Pasal 139 dan Pasal 140 Ayat (2) KUHAP di mana Jaksa memiliki kewenangan dominus litis. Artinya, Jaksa dapat menghentikan perkara, dan dalam Pasal 30C butir (d) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI yang mengatur mediasi penal (penyelesaian perkara di luar persidangan).

Berita Lainnya
×
tekid