sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kemenag kaji relaksasi operasional rumah ibadah di tengah pandemi

Opsi tersebut masih akan diajukan kepada Presiden Jokowi dan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Senin, 11 Mei 2020 18:53 WIB
Kemenag kaji relaksasi operasional rumah ibadah di tengah pandemi

Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengaku tengah mengkaji opsi relaksasi operasional rumah ibadah di masa pandemi Covid-19. Kegiatan rumah ibadah yang selama ini dibatasi untuk mencegah penularan virus corona, akan kembali diizinkan penggunaannya dengan batasan tertentu.

Hal ini sebagai respons atas kritikan sejumlah anggota Komisi VIII DPR RI lantaran Kemenag tak juga mensosialisasikan kemungkinan pelonggaran rumah ibadah, di saat pemerintah melonggarkan batasan penggunaan moda transportasi.

"Terkait ada relaksasi di sarana perhubungan, mal, kami akan tawarkan juga ke pemerintah agar ada relaksasi di rumah ibadah. Tapi kami belum ajukan, tapi kami sudah punya ide itu," kata Fachrul saat Rapat Kerja (Raker) virtual bersama Komisi VIII DPR RI, Senin (11/5).

Dia menjelaskan, jajarannya di Kemenag telah berkoordinasi untuk membahas kemungkinan ini. Pihaknya juga telah mengkaji syarat dan batasan dalam penerapannya nanti. 

Syarat-syarat tersebut merujuk pada protokol kesehatan dari Badan Kesehatan Dunia atau WHO. Di antaranya ihwal jumlah jemaah agar tidak terlampau padat, jarak antar orang dan antar saf lebih jauh, menggunakan masker, serta menyediakan hand sanitizer.

"Tapi nanti kami akan rumuskan lebih detail. Sekarang kami belum bisa mengangkat itu keluar, karena baru niat kami mengajukan kepada Bapak Presiden dan Kepala Gugus Tugas nantinya, apa saja yang perlu kami lakukan," kata dia.

Menurut Fachrul, relaksasi rumah ibadah patut dipertimbangkan menyusul rencana pemerintah melakukan relaksasi pada sektor-sektor lain. Hanya saja, ia berharap masyarakat dapat mengikuti syarat-syarat penerapannya dengan baik.

Anggota Komisi VIII DPR RI Laksdya TNI (Purn) Moekhlas Sidiq sebelumnya mengatakan pentingnya kebijakan relaksasi rumah ibadah. Menurutnya, rumah ibadah merupakan simbol keagamaan seseorang.

Sponsored

"Sebagai contoh, kami orang dari kampung, orang dari desa, Pak. Dan kami punya masjid, masjid adalah sebuah simbol keislaman kita. Bahkan, agak ekstrim sedikit, masjid adalah kebanggaan kita sebagai umat islam. Membangun masjid dengan susah payah, tahu-tahu sekarang ditutup begitu saja. Menurut saya ini kesalahannya bukan masalah tutup atau tidak. Manajemennya saja Pak," kata Moekhlas menjelaskan.

Ia pun menyinggung beberapa perkantoran yang masih diizinkan untuk buka di tengah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Kantor-kantor pemerintahan atau Istana Presiden sekali pun tidak ditutup secara total.

"Bahkan kalau waktu kerja Pak, kantor kami tentara bisa 12 jam, Pak. Kantor-kantor normatif cuma delapan jam. Sedangkan masjid sangat sedikit waktunya. Mungkin zuhur setengah jam, asar setengah jam. Ini menurut saya manajamen yang keliru.. Menurut saya tetap dibuka, tetapi pengaturan waktu salat diatur, Pak" kata dia.

Berita Lainnya
×
tekid