sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kemenkes mulai uji klinis terapi plasma konvalesen Covid-19

Pengobatan ini hingga sekarang hanya diizinkan untuk kondisi kedaruratan dan penelitian.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Rabu, 09 Sep 2020 07:53 WIB
Kemenkes mulai uji klinis terapi plasma konvalesen Covid-19

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memulai uji klinis terapi plasma konvalesen pada pasien coronavirus baru (Covid-19), Selasa (8/9). Kebijakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/MENKES/346/2020.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes, Slamet, menyatakan, uji klinis dilakukan di empat fasilitas kesehatan (faskes). Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, Jakarta; RSUP Hasan Sadikin, Bandung; RS dr. Ramelan, Surabaya; dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo.

"Kepada RS yang berminat, segera saja menghubungi Litbangkes untuk kita libatkan bersama-sama," katanya, melansir situs web Kemenkes.

Penelitian ini dilakukan Balitbangkes, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta rumah sakit yang terlibat.

Uji klinis akan melibatkan 364 pasien sebagai partisipan. Ditargetkan rampung dan mendapatkan hasil terhadap keamanan dan efektivitas terapi dalam tiga bulan ke depan.

Penggunaan plasma darah bukan hal baru dalam pengobatan. Telah dilakukan sebelumnya dalam menangani pandemi flu babi (2009), Ebola, infeksi saluran pernapasan berat (SARS), dan penyakit saluran pernapasan oleh coronavirus (MERS).

Terapi ini dilakukan dengan memberikan plasma, bagian darah yang mengandung antibodi dari penyintas. Pendonor terpilih telah melalui pemeriksaan dan memenuhi persyaratan, seperti minimal 18 tahun, derajat sedang mengarah berat atau berat, bersedia dirawat minimal selama 14 hari, dan mengikuti prosedur.

Terapi plasma konvalesen pada Covid-19 hingga kini hanya diperkenankan untuk kondisi kedaruratan dan penelitian. Manfaatnya masih kontroversi karena belum cukup bukti yang menunjukkan efektivitasnya.

Sponsored

Karenanya, Slamet mengklaim, uji klinis acak dengan grup pembanding (randomized controlled trial) yang dilakukan Kemenkes menjadi upaya menjawab polemik tersebut.

"Perhatian utama para peneliti, adalah keamanan dan efikasi dari terapi itu sendiri. Untuk itu, Balitbangkes mendukung upaya para klinisi untuk menggunakan terapi plasma konvalesen pada pasien-pasien Covid-19 sebagai terapi yang baru diperkenalkan pada pasien COVID-19," paparnya.

Sementara itu, peneliti senior Eijkman, David H. Muldjono, menerangkan, plasma konvalesen menjadi terapi tambahan Covid-19 hanya untuk pasien sedang mengarah kegawatan (pneumonia dengan hipoksia) di samping pasien berat. Layanan tersebut bukan bagian pencegahan.

"Kita tidak memberikan ini untuk pencegahan karena ini adalah terapi dan belum diuji coba di seluruh dunia dan belum ada protokolnya. Sehingga, kami tidak memberikan dalam konteks prevention," jelasnya.

Sebelum memulai uji klinis, subjek diminta meneken formulir persetujuan atas penjelasan informed consent form. Sebanyak 200 mililiter (ml) plasma diberikan sebanyak dua kali dengan selang tiga hari. Rencananya dilakukan selama 28 hari.

Bakal dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemeriksaan laboratorium dan radiologi selama uji klinis, yakni rontgen paru (CT scan). Pun memantau perubahan kadar virus, antibodi netralisasi, dan skala perawatan.

Berita Lainnya
×
tekid