sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kemkominfo bantah Polri soal penyebaran terorisme di Telegram

Menurut Kemkominfo, penyebaran konten terorisme lebih banyak terjadi melalui sosial media Twitter.

Ayu mumpuni
Ayu mumpuni Jumat, 18 Okt 2019 16:37 WIB
Kemkominfo bantah Polri soal penyebaran terorisme di Telegram

Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) membantah adanya konten terorisme dalam aplikasi pesan instan Telegram. Hal ini membantah pernyataan aparat kepolisian, terkait penangkapan sejumlah terduga teroris, yang menyebut komunikasi jaringan teroris dilakukan melalui aplikasi ini. 

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, mengatakan penyebaran konten terorisme didominasi di media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter. Namun sejak September 2019, konten radikal lebih banyak disebarkan melalui aplikasi Twitter.

"Sejak awal September hingga 16 Oktober, 69 konten radikalisme dan terorisme tersebar di Twitter," kata Samuel saat dikonfirmasi, Jumat (18/10).

Dia menjelaskan, Kemkominfo telah memblokir 3.128 konten radikalisme dan terorisme. Konten-konten tersebut paling banyak tersebar pada Maret 2019, yang totalnya mencapai 1.202.

Sponsored

"Semua konten berbau radikal dan terorisme itu sudah kami tangani," kata Samuel.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, menyatakan sejumlah terduga teroris yang ditangkap setelah penyerangan terhadap Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pada Kamis (10/10), berkomunikasi melalui Telegram. 

Berdasarkan pemeriksaan polisi, mereka yang ditangkap di sejumlah wilayah di Indonesia, merupakan jaringan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terafiliasi dengan ISIS. Hingga Kamis (17/10), ada total 40 orang terduga teroris yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri, sejak 10 Oktober 2019 lalu.  

Berita Lainnya
×
tekid