sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ketua DPRD: Risiko besar bayangi PSBB Jakarta

Pemprov Jakarta berencana kembali memberlakukan PSBB per 14 September

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Jumat, 11 Sep 2020 18:06 WIB
Ketua DPRD: Risiko besar bayangi PSBB Jakarta

Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, meminta pemerintah provinsi (pemprov) lebih bijaksana dalam memutuskan kebijakan penanganan pandemi coronavirus baru (Covid-19). Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dianggap bukan langkah solutif.

"Saya sepakat dengan pengetatan untuk pengendalian Covid-19. Tapi, terlalu tinggi risikonya jika langkah yang diambil PSBB total lagi," ucapnya saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Jumat (11/9).

Dirinya mengingatkan, penerapan PSBB bakal membuat perekonomian kian luluh lantak lantaran Jakarta merupakan kota jasa. Sementara itu, pertanian dan informasi dan komunikasi menjadi sektor yang paling menonjol saat pandemi. Ini sebagaimana pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020.

"Ketika Jakarta sebagai kota jasa menerapkan PSBB sejak 10 April sampai 4 Juni, banyak sektor ekonomi berhenti atau mengurangi aktivitas. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi kemarin (kuartal II 2020) -8,22%. Ini terparah dalam 10 tahun terakhir," paparnya.

"Dampak selanjutnya, banyak pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Jakarta menjadi satu dari lima dengan angka PHK tertinggi senasional karena pandemi. UMKM juga banyak ngeluh karena pendapatan berkurang drastis. Perekonomian pada loyo semua. Kalau dilanjut PSBB lagi, tentu akan lebih parah karena ekonomi belum pulih, belum normal," imbuh dia.

Pras, sapaannya, melanjutkan, Jakarta diwajibkan menjalankan program jaring pengaman sosial (JPS) saat menerapkan PSBB. Diyakininya takkan maksimal karena pendapatan asli daerah (PAD) merosot signifikan dan anggaran telah banyak terserap.

"Nanti anggaran untuk bansos (bantuan sosial) dari mana? Distribusi bansos sebelumnya saja banyak masalah, dari tidak tepat sasaran sampai tidak memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak," jelas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.

Jika ini yang terjadi, dia yakin, angka kemiskinan kian besar dan kriminalitas bakal meningkat. "Masyarakat juga akan semakin nekat untuk tetap berjualan atau berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Akhirnya, pemprov kewalahan untuk melakukan penertiban dan memicu pelanggaran protokol lebih besar."

Sponsored

Pun diyakini PSBB takkan berjalan maksimal karena tidak diikuti "kota satelit". Padahal, jumlah pekerja di daerah penyangga jumlahnya signifikan, sehingga mempengaruhi mobilitas orang.

Tak sekadar itu. PSBB akan berdampak terhadap daerah asal para pendatang yang "mengadu nasib" di Jakarta. Mereka diyakini akan kembali ke kampung halaman lantaran tidak bisa lagi mengais rezeki di Ibu Kota.

"Jadi, efek dominonya sangat besar dan riskan sekali. Bukan cuma bagi Jakarta, tetapi daerah lain juga menanggung beban turunannya. Apa upaya kemungkinan-kemungkinan terburuk ini sudah diproyeksikan pemprov?" tanya Pras.

Untuk itu, Pemprov Jakarta disarankan mengintensifkan koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah penyangga. Apalagi, menjadi barometer nasional.

"Karena Jakarta menjadi Ibu Kota, kepentingan pusat dan daerah penyangga juga sebaliknya sangat besar. Jadi, jangan mengeluarkan kebijakan yang berdampak besar sendirian. Harus tetap ada koordinasi," ujarnya.

Kemudian, diminta mengevaluasi pelaksanaan PSBB transisi dan kebijakan terkait lainnya secara komprehensif. Sehingga, diketahui hal yang perlu dikoreksi dan ditingkatkan.

"Misalnya, sudah ada evaluasi belum terhadap kebijakan ganjil genap saat pandemi terhadap peningkatan kasus? Izin untuk pelaksanaan kegiatan keramaian juga bagaimana? Kalau itu justru membuat jumlah kasus Covid-19 naik, sebaiknya disetop dulu," sarannya.

Pras pun mendorong Pemprov Jakarta meningkatkan pengawasan dan ketegasan karena turut menjadi faktor rendahnya kepada terhadap protokol kesehatan. "Jangan lelah untuk terus ingatkan dan cek lapangan."

"Pengawasan itu enggak boleh momentum, sesekali dilakukan. Tapi, harus berkesinambungan supaya peluang pelanggaran semakin kecil dan kesadaran masyarakat bertumbuh," lanjutnya.

Selanjutnya, kembali menggalakkan wilayah pengendalian ketat di Rukun Warga (RW) kategori zona merah (berisiko tinggi). "Ini kebijakan bagus, tetapi belakangan pelaksanaannya mulai kendor," tutup Pras.

Pemprov Jakarta memutuskan kembali menerapkan PSBB per 14 September seiring melonjaknya kasus Covid-19 kala transisi sejak 5 Juni. Aktivitas mulai melonggar saat fase tersebut diberlakukan.

PSBB sebelumnya pernah dilaksanakan di Ibu Kota selama tiga periode. Berlaku sejak 10 April-4 Juni.

Guna mengantisipasi membeludaknya jumlah pendatang imbas PSBB, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bakal mewajibkan mereka membawa hasil tes cepat (rapid test) atau tes usap (swab test) secara polymerase chain reaction (PCR). Sehingga, menularan Covid-19 di "Kota Pahlawan" terkendali.

Berita Lainnya
×
tekid