sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK Era Agus Rahardjo minim terapkan aturan TPPU

“Ini menunjukan KPK belum mempunyai visi untuk asset recovery."

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Minggu, 12 Mei 2019 18:18 WIB
KPK Era Agus Rahardjo minim terapkan aturan TPPU

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama dengan Transparency International Indonesia (TII), melakukan evaluasi kritis atas kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di masa kepemimpinan Agus Rahardjo. Pihak ICW dan TII menilai, kinerja KPK periode 2015-2019 masih memiliki catatan yang perlu dikritisi, terutama penggunaan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Peneliti dan aktivis anti korupsi dari TII Alvin Nicola mengatakan, kinerja KPK mengalami peningkatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Namun begitu, KPK perlu terus meningkatkan kinerja karena masih banyak kasus korupsi dan penyuapan yang terjadi.

“Lima tahun terakhir meningkat meski geraknya melambat.  Namun demikian, korupsi masih marak terjadi di sektor anggaran, hukum, dan politik,” katanya dalam diskusi Evaluasi Kinerja KPK 2015-2019 di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (12/5).

Hal senada juga disampaikan oleh staf Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Kurnia Ramadhana. Ia mengapresiasi kinerja KPK di masa kepemimpinan Agus Rahardjo. 

Dalam penelitian ICW sepanjang tahun 2018, KPK telah menetapkan 261 orang sebagai tersangka dalam 57 kasus. Jumlah ini mengalami peningkatan ketimbang tahun 2017 yang hanya menetapkan 128 orang sebagai tersangka dalam 44 kasus.

Kurnia menggarisbawahi dua poin penting dalam kinerja KPK selama ini, yang berkaitan dengan dakwaan dan tuntutan. Pada bagian dakwaan, dilihat dari sejauh mana KPK memaknai pemulihan aset dengan penerapan aturan pencucian uang. 

“KPK pada era kepemimpinan Agus Rahardjo Cs masih terhitung minim menggunakan aturan TPPU pada setiap penanganan perkara,” ujarnya.

Dalam catatannya, hanya 15 perkara yang tersangkanya dijerat dengan Undang-undang TPPU. Padahal, kata Kurnia, terdapat ratusan perkara yang dapat dijerat dengan aturan ini dari 2016-2018.

Sponsored

“Ini menunjukan KPK belum mempunyai visi untuk asset recovery dan hanya fokus pada hukuman fisik saja,” ucapnya.

Menurut Kurnia, KPK akan memiliki keunggulan jika menyertakan dakwaan TPPU. Pertama, penyidik dapat mengikuti ke mana aliran uang bermuara. Kedua, memudahkan penuntutan karena mengakomodir asas pembalikan beban pembuktian. Ketiga, memaksimalkan asset recovery.

“Aturan ini harus diberlakukan, karena realitanya banyak tersangka kasus korupsi yang berusaha menyembunyikan uangnya. Dengan TPPU uangnya bisa ditelusuri,” katanya.

Dalam hal penuntutan, ICW mencatat KPK sudah menghadirkan 269 terdakwa ke persidangan sepanjang 2016 hingga 2019. Namun sejauh ini, banyak pesakitan yang hanya dituntut dengan sanksi lima tahun tujuh bulan penjara. 

“Padahal dalam undang-undang Tindak Pidana Korupsi, hukuman bagi terdakwa bisa mencapai 20 tahun penjara atau hukuman maksimal seumur hidup,” ujar Kurnia.

Ia juga menyoroti disparitas tuntutan yang diterima oleh masing-masing terdakwa. Untuk kasus yang sama, katanya, seseorang dapat dituntut dengan masa hukuman yang berbeda. 

“Ini aneh ya, kasusnya sama tapi tuntutannya bisa beda. Ini penting untuk dicermati, karena berkaitan dengan rasa keadilan bagi terdakwa maupun bagi masyarakat yang menjadi korban dari korupsi itu,” terangnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid