sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Klaim untungkan Garuda, eks Dirut Emirsyah Satar berharap bebas

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 08 Mei 2020 11:21 WIB
Klaim untungkan Garuda, eks Dirut Emirsyah Satar berharap bebas

Kuasa hukum eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar, Luhut Pangaribuan, mengatakan kliennya tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Karena itu, Luhut berharap kliennya dapat terlepas dari jerat hukuman sebagaimana tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Harapan tim advokat, Emir lepas dari tuntutan, atau hukuman yang paling ringan. Kenapa? Betul menerima sesuatu adalah salah. Tetapi Garuda tidak rugi, dan juga tidak dibuktikan dengan perhitungan dari BPK dan lain-lain," kata Luhut kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/5).

Sebaliknya, kata dia, Emir telah membuat Garuda mendapat keuntungan. "Buktinya selama kepemimpinan Emir, Garuda berubah dari one dollar jadi million dollar company. Ini fakta notoire, well known," katanya.

Dia menegaskan, perbuatan Emirsyah Satar menerima uang pengadaan dan perawatan mesin pesawat di Garuda Indonesia merupakan sebuah kesalahan. Namun demikian, kata dia, orang yang merasa salah tidak melulu harus dituntut dalam kacamata hukum.

"Tetap salah tapi tidak perlu dituntut. Itu harapan kami. Tapi kalau semangatnya apa pun libas saja, saya kira tidak adil," ucapnya.

Pada Jumat (8/5), Emirsyah Satar akan menjalani sidang putusan perkara yang melibatkannya. Dia akan divonis bersama eks Direktur PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedardjo. Rencananya, proses persidangan akan digelar secara virtual untuk mencegah penyebaran Covid-19.

"Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo agenda putusan, sidang vicon (video conference)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan.

Satar telah dituntut hukuman pidana penjara selama 12 tahun, dan denda Rp10 miliar subsider 8 bulan kurungan. Selain pidana pokok, dia juga dituntut pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar 2.117.315 dolar Singapura.

Sponsored

Satar dinilai terbukti telah menerima sejumlah uang atas intervensi pengadaan dan perawatan mesin pesawat di maskapai Garuda Indonesia. Uang yang masuk ke kantong Satar senilai Rp5,8 miliar, 884 ribu dolar Amerika Serikat, 1 juta euro, serta 1,1 juta dolar Singapura. Jika uang asing tersebut dikonversi ke dalam bentuk pecahan rupiah dan dijumlahkan, seluruhnya mencapai Rp46,1 miliar.

Uang tersebut diperoleh dari bekas Direktur Mugi Reksa Abadi (MRA) Soetikno Soedardjo. Uang itu diberikan untuk meloloskan pengadaan pesawat Airbus A.330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 serie 600, pesawat Canadian Regional Jet 1.000 NG, serta pembelian dan perawatan mesin pesawat Rollsroyce Trent 700.

Dalam hal ini, Satar dibantu dengan Hadinoto Soedigno selaku Dirketur Teknik Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia dan captain  Wahyudo, guna melakukan intervensi pengadaan tersebut.

Satar dinilai melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Selain itu, dia juga dinilai telah melakukan pencucian uang hasil tindak pidana korupsinya. Pencian uang dilakukan dengan cara mentransfer sebagian hasil hasil korupsi tersebut dengan menggunakan rekening atas nama Woodlake International di UBS, untuk di kirim ke rekening Mia Badilla Suhodo. Adapun uang yang dikirim Satar senilai 480 ribu dolar Singapura. 

Atas pencucian uang itu, Satar dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid