sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mahfud Md klarifikasi pernyataan Jaksa Agung ihwal tragedi Semanggi

ST Burhanuddin diklaim merujuk hasil pansus DPR tahun 2001.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Rabu, 22 Jan 2020 15:53 WIB
Mahfud Md klarifikasi pernyataan Jaksa Agung ihwal tragedi Semanggi

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md, menilai, Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, tak pernah menyatakan takada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam tragedi Semanggi I dan II.

Dalam rapat di DPR pada 16 Januari 2020, tambah dia, yang disampaikan Sanitiar hanya merujuk hasil panitia khusus (pansus) Senayan tahun 2001.

"Ketika ditanya, Jaksa Agung menjawab, 'Bahwa dulu pada tahun 2001, DPR pernah menyatakan, itu ada dokumennya dan saya punya juga. DPR pernah menyatakan, bahwa kasus Semanggi I dan II itu bukan pelanggaran HAM berat. Dulu, DPR pernah mengatakan begitu'," ujar Mahfud di kantornya di Jakarta, Rabu (22/1).

Kendati demikian, dirinya menegaskan, tragedi pada 1998 itu masih menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah. Kejaksaan Agung (Kejagung), klaimnya, siap menyelesaikan kasus tersebut. Pun bersedia dipertemukan dengan Komisi Nasional (Komnas) HAM oleh DPR. 

"DPR katanya akan mempertemukan. Secara yuridis, (Kejagung) akan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, ya. Itu klarafikasinya," kata dia.

Klarifikasi disampaikan usai Mahfud menggelar pertemuan tertutup dengan ST Burhanuddin selama 30 menit. Jaksa Agung bertandang ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) pukul 13.30.

Pernyataan ST Burhanuddin terkait tragedi Semanggi di DPR, pekan lalu, menuai polemik. Sejumlah pihak pun melayangkan kritik terhadapnya. Seperti eksponen '98 sekaligus Anggota DPR, Adian Napitupulu; Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS); dan Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam.

Beberapa hari berselang, dia mengklarifikasi keterangannya. Pun berjanji bakal menyelesaikan kasus tersebut. "Dengan satu catatan, bahwa perkara sudah memenuhi syarat formil dan materiel," ucapnya sela rapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1).

Sponsored

Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998. Kala itu, puluhan ribu mahasiswa dan masyarakat menolak pelaksanaan Sidang Istimewa (SI) MPR dengan turun ke jalan. Selain itu, demonstran juga tak mengakui pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie.

Mahasiswa saat itu juga menyatakan sikap tidak percaya dewan Orde Baru (Orba), serta menuntut penghapusan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)—kini bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pada hari ketiga demonstrasi, aparat berupaya membubarkan massa yang bertahan di sekitar Parlemen. Saat itulah diduga terjadi penembakan terhadap mahasiswa demonstran yang duduk di jalan.

Salah satu korban tewas di tempat adalah mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI), Teddy Wardhani Kusuma. Mahasiswa lalu berlarian ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat yang terluka.

Di sana, jatuh korban penembakan kedua, Bernardus Realino Norma Irmawan alias Wawan. Dalam peristiwa ini, diprediksi sebanyak 17 mahasiswa meninggal.

Sedangkan tragedi Semanggi II, berlangsung September 1999. Kala itu, mahasiswa kembali turun ke jalan. Menolak pemberlakuan Undang-Undang tentang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB).

Dalam demonstrasi 24 September 1999, seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Yap Yun Hap, tewas ditembak di pinggir trotoar depan Rumah Sakit Jakarta, Semanggi.

Berita Lainnya
×
tekid